Menikmati Nuansa Kompeni Di Kolam Renang PG Tjepiring.
Masuk
ke kompleks Pabrik Gula Tjepiring di Kabupaten Kendal seakan kita masuk ke
mesin waktu milik Samuel Beckett di film Quantum Leaps, nuansa kuno nan
artistik diawali dari jalan aspal dan
cor yang kokoh kuat dengan rimbun pepohonan di sepanjang pinggirannya,
deretan rumah dengan corak Gothic Eropa yang disesuaikan dengan kontur alam
tropis, masih nampak beberapa terlihat terawat walaupun nampak retakan di
beberapa pilar dan jendelanya tak mampu menyembunyikan usia yang sebenarnya.
Masuk
ke kompleks PG Tjepiring di tahun 2015 ini tergolong agak sulit karena
manajemen yang mengelolanya yaitu PT IGN ketat menyeleksi siapa saja yang tak
berkepentingan dilarang masuk, maklum banyak aset disana yang harus dijaga ,
namun tak kurang akal, saat hari Minggu tiba saya bisa masuk karena saat itulah
kolam renang terbuka untuk umum, saya bisa bernostalgia mengenang masa kecil
saat bisa dengan leluasa bermain di area PG ini , menyaksikan keindahan
arsitektur bangunan ala Belanda yang masih tersisa lengkap dengan cerobong
asapnya yang berangka 1823.
Melangkahkan
kaki kedalam area kolam renang, nampak jalan setapak yang berpaving rapi dan
tumbuhan Kelapa Sawit serta pohon Majapahit rimbun menaungi , sesampai di kolam
serombongan anak baru gede terlihat senang berenang dengan berbagai gaya, ada
yang memang bisa berenang dengan gaya dada, gaya katak, tapi sebagian besar
lain malah ada yang pake gaya batu alias ketika nyemplung langsung tenggelam,
dan ketika ditanya kenapa tenggelam, jawabnya enak, “Hla aku kan menyelam” kata
mereka, lu pikir ini pelatihan Scuba Diving .
Imajinasi
saya melompat ke sekian abad lalu , mungkin saat itu di kolam renang yang
berbentuk Hemespherical dengan tegel lantai yang indah serupa marmer, air yang
segar dan cuaca yang panas membuat beberapa Noni dan Sinyo Belanda bersantai
sambil menikmati Jenewer dari gelas besar dengan Es Batu yang menetes netes,
sembari menyesap Jenewer sesekali asap cerutu dari bahan tembakau Tjepiring
yang ringan untuk klobotnya dan tembakau Srintil Temanggung yang berat untuk
isiannya mengepulkan asap yang membuat langit menjadi sedikit tersaput warna
biru, Damn, tulisanku terasa mirip
dengan deskripsinya Simon Winchester saat melukiskan kehidupan masyarakat Belanda
di Nusantara di bukunya yang berjudul “Krakatau”.
Potensi
wisata PG Tjepiring belum terolah sama sekali kecuali untuk kolam renangnya
yang hanya butuh membayar Rp 5000 untuk satu orang, dengan tiket yang berupa
kertas difotokopi dan diberi nomer seri asal asalan, penjaga kantin sekaligus
cashier di kolam itu adalah pak Salamun yang berasal dari Pageruyung wilayah
atas Kendal.
Jika
ada investor seperti #Trans Studio yang jeli melihat peluang melalui jejaring
tourismnya, tentu daripada membeli lahan bekas Wonderia di Semarang yang mahal
dan diprotes beberapa pihak tentu akan lebih potensial membeli lahan di PG
Tjepiring ini, selain luas dan sedikit lebih murah dari tanah di Semarang,
lokasi PG Tjepiring lebih strategis, bisa dijangkau dari arah manapun karena
terletak di pinggir jalur Pantura yang menghubungkan Jakarta dan Jawa Tengah
serta Jawa Timur, masalah parkir tak akan jadi kerisauan karena mau berapa
puluh mobil akan mampu ditampung di beberapa areal di PG ini.
Kedepan
semoga aset berharga dan bersejarah ini akan mampu dioptimalkan oleh pemilik PG
Tjepiring berkolaborasi dengan Dinas Pariwisata Kendal, terlalu lama aset ini
dibiarkan tergeletak tanpa diolah maksimal dari sisi tourism.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar