Sebuah Cerita Tentang Hujan
Sejak
kecil aku menyukai hujan, banyak cerita
tentang rintik air yang diturunkan gusti Allah ini dalam hidupku, semasa masih
tidur di loteng di usia SD, hal favoritku adalah mencium aroma hujan bercampur
bau tanah basah yang menyeruak melalui kisi jendela usang di warung , tidak siang tidak pagi tidak malam, aroma
itu menyemburatkan romantisme childhood di benakku.
Semilir
angin yang dibawa sang hujan ketika akan turun ke bumi membawa ketenangan
tersendiri, saat dulu kelas 6 kami yang ditugaskan belajar kelompok sering
terpana dan kompak lupa belajar dan hanya bengong menatap rintik hujan yang
menetes dan menjalar di tambang jemuran milik Ahmad Zaenuri sang juara kelas
putra bapak yang punya usaha tambal ban di pantura Cepiring.
Masa
SMP dimana aku dirawat di RS Telogorejo Semarang, dari ketinggian lantai 2
rumah sakit itu, saya sering melamun menatap hujan sambil berdoa, “Semoga ya
Allah, suatu masa aku akan kembali ke kota Semarang ini bukan sebagai orang
yang sakit tapi sebagai mahasiswa yang kuliah, atau sebagai pelancong yang
dolan dan jalan jalan menikmati indahnya kota ini” ucapku saat itu, lalu gusti
Allah menjawab doa itu langsung lunas ketika saya sudah dewasa.
Simbah
yang mengasuh saya pernah bercerita, entah benar entah tidak, beliau menuturkan,
saat hujan ada ribuan malaikat yang turun bersama rintik air yang menyiram bumi,mohon jangan menyanggah ucapan
mbah saya itu, beliau hanya orang sepuh yang menganut Islam abangan, berdoa pun
beliau memakai bahasa Jawa, dimaafkanlah jika salah, tapi saya benar benar
percaya ucapan itu, setiap hujan turun, saya langsung berdoa, semua apa yang
ada dalam benak saya komunikasikan dengan Tuhan, saya beranggapan ucapan saya
itu terbang ke haribaan Tuhan dibawa sayap sayap indah para malaikat, yaah itulah
pikiran seseorang seperti saya yang bahkan mengaji dan membaca huruf Arab tidak
lancar.
Banyak kenangan
tentang hujan, dan saya masih tetap melakukan ritual bengong sembari menyesap
aroma hujan dan tanah basah ketika rintik itu membasahi bumi seperti saat ini
ketika artikel ini ditulis untuk anda. Welcome home rain, we love you
(Aryo
Widiyanto, Journalist, Traveller ,
Backpacker, Photographer, Blogger di aryowidiyanto.blogspot.com. Twitter di
@aryowidi dan Abdi Negara, Facebook :Aryo Widiyanto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar