Naik Bus Rapid Transit Semarang, Wow.
Jumat 22/3-2015, adalah hari bersejarah bagi saya, karena
hari itu adalah hari pertandingan tim Sepak Takraw tim putra kabupaten Kendal
di Popda 2015 di GOR Wujil Ungaran, dan sejarah juga karena hari itu saya untuk
pertama kali naik Bus Rapid Transit
(BRT) ala Semarang Ibukota Provinsi Jawa Tengah.
Dari
rumah sengaja saya menumpang mobil rekan sampe Terminal Mangkang, masuk ke
halte seorang petugas perempuan berbaju batik nan ramah menyapa, lalu saya mencoba
bertanya sedikit mengenai rute yang ada, dan mbak itu menerangkan bak seorang
pemandu wisata handal, bahwa satu karcis seharga Rp 3500 ini bisa untuk
menjelajah ke semua area di wilayah Semarang bahkan sampai ke Alun Alun
Ungaran, wow, hebat sekali.
Masuk
ke BRT yang sudah standby, mulai terasa nyaman, ada Air Conditioner masih berjalan baik, panel digital penunjuk
rute mati, kursi empuk , bawah kursi nampak debu coklat menumpuk di sepanjang
lantai dan panel interior atas, saya membatin , apakah tidak ada prosedur tetap
setiap kali bus beroperasi harus dilap dulu atau memang debu Semarang tingkat
radiasinya diatas rata rata, ah cuekin saja.
Sopir
dan Kondektur ramah kepada penumpang, sepertinya terlatih baik, penumpang pria dan wanita dipisahkan , namun sayang
panel pengeras suara alias soundsystem tak ada di BRT ini, sehingga setiap kali
sampai di halte ,sang kondektur harus berteriak lantang “Halte Balaikota,
siapkan tiket untuk penumpang yang oper ke arah Ungaran” lantangnya.wow,
seharian berteriak kasihan juga tuh .
Dari
Halte Balaikota, saya turun dan oper ke BRT yang menuju Ungaran , Busnya lebih
kecil, Minibus seperti Bus pedesaan yang melintas dari Mangkang hingga Sukorejo
Kendal, pada awal berangkatnya sih landai , nyaman, AC masih oke, lalu
sampailah saya di Alun alun Ungaran dan menonton pertandingan Takraw dengan
nyamannya.
Namun ketika pulang balik dari
Ungaran yang start dari Halte Alun Alun Ungaran dan tujuan akhir Halte SMA 5,
Ampun deh, sesaknya sekarat, penumpang berjejal , AC sudah tak terasa, serasa
naik mikrolet, penumpang bergelantungan, nah ,pertanyaannya, kenapa jalur
Ungaraan sedemikian padat ketika sore dan malam hari tapi hanya disediakan bus
kecil? .
Berbicara masalah Halte,
seharusnya pemerintah bisa lebih membenahi halte BRT, kesan kurang tertata dan
seadanya nampak jelas, saya lihat tak
ada yang indah atau berkesan serta
bercirikan Semarang, entah itu ada ornamen atau stiker besar gambar Warag
Ngendog, petunjuk wisata atau sesuatu yang membuat para penumpang atau
pelancong mengetahui tentang wisata Semarang atau paling tidak ada peta
semarang sehingga orang desa seperti saya bisa paham dan mengenal semarang, ada
kejadian lucu di halte depan RS Karyadi dimana halte yang seharusnya untuk
tempat tunggu penumpang, malah digunakan untuk tempat pedagang nasi goreng
menggelat tikarnya , sehingga malah mirip warung nasi goreng .
Kedepan semoga BRT Semarang lebih
nyaman untuk penggunanya, mari bermimpi dan berdoa bisa naik BRT di Semarang dengan
jalur khusus seperti di Jakarta, atau dengan bus yang bersih seperti di
Bandung, berdoa mulai. (Aryo Widiyanto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar