Sekedar perenungan malam
Saya teringat petuah dari seorang "Bapak" yang menjadi role model bagiku, kami beda agama, beda pekerjaan , beda "Kasta" beliau jauh diatasku, dia mengajarkan tentang perilaku yang baik, sikap yang baik, ketika itu aku sedang dalam masa panas panasnya menjadi manusia, ibarat punya taring , taringku berkilau, ludahku api, saat itu.
Lalu beliau berkata "Apa yang kamu cari sebagai manusia mas? (Dia selalu menghargai orang lain, tak pernah panggil langsung nama) , okelah sekarang anda gagah, kuat, fisik stamina, power diatas rata rata, tapi pandanglah kedepan, apa selamanya anda akan kuat dan sehat? lebih bagus jika mas menjadi pribadi yang disukai, ketimbang dibenci, perkataan orang atau di bahasa jawa "Sepatanan" atau sumpah orang lain barangkali akan manjur dan menjadi nyata, saya tertunduk, luruh, malu. dan semoga kini saya menjadi manusia yang sedikit lebih baik, saya sudah jauh lebih lunak daripada sebelum menjadi anak buahnya.
Beliau tak pernah menyalahkan saya, dia tahu saya membenci sebuah korps karena korps itu memakan nyawa ayah saya, dan uniknya beliau pimpinan di korps itu..(Dunia yang aneh) , satu yang saya pelajari bahwa bapak itu tak pernah menjelekkan orang lain, separah apapun kelakuan orang, dia hanya akan bilang "Stop, jangan bicara jelek ttg orang lain, kita belum tentu di masa depan lebih bagus dari orang yg kita bicarakan itu" dan tertanam perkataan itu hingga sekarang.
untuk filosofi kekayaan , saya mengaku tak ada model lain yang saya anut, saya pernah membaca ttg Robert T Kiyosaki, Mario Teguh, Tung Desem WAringin dan sebagainya , tapi panutan saya ya bapak itu, satu pesan yang selalu saya ingat sampai sekarang bahwa tak boleh meletakkan dompet di saku belakang, pamali katanya, darinya saya belajar mengorganisasi pegawai, berbisnis sewa tanah, membuat surat perjanjian, membeli property dan sebagainya.
Untuk urusan rumah tangga , kembali beliau jadi contoh yang baik, pernah suatu ketika istri saya ditelpon oleh beliau, hanya untuk berkata " Mbak, kalo mas Aryo nakal, telpon saya, saya jewer didepan anak anak " dalam hati saya malu juga...
namun perjalanan kami tak bisa seiring sejalan selalu, karena saya menolak untuk ditugaskan di pulau tempat beliau bertugas (Padahal saya yakin bisa jadi tangan pertama disana) dan memilih bekerja "Cari aman" sebagai buruh negara di desa kelahiran saya, beliau agak kecewa, dan mungkin mengira saya tak loyal, namun toh kembali saya salut, ditengah kemarahan , beliau masih bersikap elegan selayaknya pemimpin yang baik.
Terimakasih bapak, sudah memberi nama tengah untuk anak bungsu saya, saya akan selalu mengenang profil bapak sebagai orang yang sudah mengubah hidup saya dari Zero menjadi Hero, paling tidak hero untuk keluarga kecil saya.
Keterangan Foto : Kenangan saat saya berpose di meja kerja beliau (Aryo Widiyanto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar