Jumat, 31 Oktober 2014

Menikmati Malam Di Mason Pine Bandung



             Menikmati malam di  #Mason Pine Bandung


                Beberapa waktu lalu saya mendapat sebuah pengalaman tak terduga yang menyenangkan, ketika diundang oleh Pak Widhioseno ke Bandung, awalnya saya ingin tidur di mess perwira yang ada di tempat dinas dimana beliau berada, namun  akhirnya oleh tuan rumah saya diinapkan di Mason Pine, sebuah hotel yang nyaman dan elegan serta berkelas di kota kembang ini.

                Siang itu saya bersama Pak Nono seorang staf yang ditugaskan menunjukkan arah, membawa saya ke Mason Pine yang terletak di jalan Parahyangan untuk pertama kali, menakjubkan di depan hotel ada terpajang monumen dari fosil kayu yang berumur ribuan tahun yang bernama “Petrified Wood” Fosil yang bisa dikategorikan sebagai salah satu batu mulia atau Gemstone  ini sebenarnya adalah kayu yang terkubur dallam tanah dimana semua bahan organiknya telah digantikan oleh mineral yang pada umumnya berjenis Silika atau pasir Kuarsa, walaupun sudah berubah esensi, namun bentuknya tetap mempertahankan struktur asli kayu, Petrified Wood sendiri berasal dari bahasa Yunani  “Petro” yang berarti  batu, sehingga secara harfiah bisa diartikan “Kayu yang berubah menjadi batu”. Hotel ini memiliki dua petrified wood yang satu sebagai monumen dan lainnya dibentuk menjadi semacam meja dan kursi sofa besar, khasiatnya konon dipercaya mampu membantu menenangkan syaraf, meredakan kecemasan, mengembalikan energi fisik, memperkuat tulang , meringankan sakit punggung dan untuk relaksasi.

                Melangkah ke resepsionis, seorang wanita dengan logat Sunda menyambut dengan ramah, kami dipersilahkan menunggu agak lama di loby sementara kamar disiapkan, Welcome Drink disajikan, enak, rasanya seperti campuran fruit juice dengan sedikit soda , karena menunggu agak lama, dan ada call dari boss bahwa saya harus segera penghadapan maka diputuskan semua luggage dan perlengkapan kami titipkan staf hotel  untuk dibawa masuk, kami pun kembali bekerja.

                Setelah pekerjaan kelar, malamnya kami kembali ke Mason Pine, masuk kamar dengan diiringi senyum geulis para pegawai hotel yang sopan dan ramah, dan beberapa bule yang menyapa agak heran kenapa kami yang masih berpakaian ala Indiana Jones, bersepatu booth, menenteng kamera, dan agak berdebu bisa sampai di hotel yang konon disewa pak SBY saat kunjungannya ke Bandung, tapi cuek aja karena terlanjur badan lelah, mata udah setengah watt pengen tidur.

                Memasuki kamar hotel dengan kondisi badan berdebu sebenarnya saya ingin segera mengguyur badan dengan shower , namun mata saya terbelalak dengan apa yang ada dihadapan, penataan kamarnya elegan, bersih, nuansa krem dinding yang teduh dipadu dengan Bed besar bersprei putih dilapis selembar batik Sunda, Sofa maroon yang nyaman, TV kabel , meja kerja disudut ruangan, dan balkon yang langsung menghadap ke view pegunungan dan hamparan kolam renang membuat badan jadi hilang lelah, segar banget.
                Melangkah ke cita cita saya berikutnya : Bath Tub dan Shower, kamar mandi  yang wangi, kaca besar, air hangat yang memenuhi bath tub segera membuat saya menceburkan diri ke kolam seng besar itu, membasuh diri dengan sabun, ditambah aroma nyaman dari gel khusus yang disediakan hotel membuat saya setengah tertidur hingga handphone tak terasa ikutan menyelam di bath tub.

                Selesai ritual berendam, saya malah lupa gak jadi tidur, suasananya nyaman, tenang, saya buka balkon melihat kearah kolam renang biru bersih yang diterangi lampu dengan nuansa khas Sunda ada beberapa Saung terlihat di pinggirnya,sayup terdengar alunan musik tanah Parahyangan terselip diantara pepohonan kelapa jenis Gading dan Hijau terlihat anggun menaungi sekelilingnya, “ Benar benar ada di Sunda nih “ kata saya dalam hati, dan akhirnya tidur menjadi opsi yang menyenangkan karena badan dan pikiran tenang.

                Pagi hari saya bangun agak telat, dering telepon dari pihak hotel mengingatkan untuk breakfast , segera saya mandi, sedikit agak lama untuk after shave agar lebih rapi, menuju Restoran hotel itu dan dengan cekatan waitress menawari apakah saya mau breakfast ala Eropa atau tradisional, pilihan jatuh ke Bubur Ayam khas Sunda yang enak lengkap dengan telor semurnya, ditemani Pak Nono sang Staf dan beberapa tamu bule yang lain, saya breakfast didepan kolam renang , menikmati Bubur Ayam Sunda, Jus Apel, segelas air mineral untuk menetralkan lidah, dan kemudian selama beberapa menit  secangkir kopi hitam ala Mason Pine menemani kami menghabiskan pagi.

Disela menikmati suasana kami melihat Mason Pine juga menjadi tujuan beberapa perusahaan ternama untuk Meeting and Exhibition, dengan menyediakan sejumlah Venue dan ruangan yang mewah dan nyaman serta kapasitas peserta meeting mulai dari ratusan hingga ribuan orang yang terbagi dalam venue yang diberi nama Saguling, Pitaloka, Jinggakencana, Pitakencana, Parahyangan hingga Mason Grand Ballroom , tempat ini jelas representatif untuk penyelenggaraan meeting maupun konvensi yang bergengsi.

Jangan lupa juga untuk mencoba  Outdoor Activities dengan leluasa , tak mengherankan karena lokasi hotel ini luas, asri alami dan sejuk, beberapa paket yang ditawarkan untuk outbound ini adalah Treasure Hunt dengan program Fun Games di Kampung Area, Treasure Hunt Games, Delman, kemudian ada juga Synergi Team Building, dan treasure hunt Project, semua game outbound ini aman karena dilengkapi instruktur ahli, tenaga medis dan Asuransi, jika tak ingin terlalu lelah, bisa juga bersepeda keliling Kota Baru Parahyangan atau Cross Country melintasi Bojong Haleang, Cikande, Ciemas Gunung Bentang dengan Paket Fun Bike, atau bermain Pint Ball alias saling tembak dengan menggunakan senjata replika berpeluru cat, kita serasa menjadi tentara yang sedang berperang didaerah konflik.




















                Menghabiskan malam dan menikmati hari di Mason Pine, walaupun hanya sekejap  telah meninggalkan kesan mendalam, suatu hari nanti, anda harus mencobanya.

 (Aryo Widiyanto, Traveller , Backpaker, Photograper, Blogger dan Jurnalis serta buruh Negara yang tinggal di 087747970200, Fesbuk :Aryo Widiyanto )

               

Senin, 27 Oktober 2014

Ada Musik cantik di Stasiun Kereta.

Ada Musik cantik di Stasiun Kereta.


Berbagai terobosan dilakukan untuk pembenahan kinerja dan pelayanan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) dimasa kepemimpinan Dahlan Iskan sebagai Meneg BUMN dan Ignatius Jonan sebagai Direktur PT KAI, diakui atau tidak, prestasi Jonan di bidang perkereta  apian inilah yang mengantarnya diliri dan akhirnya menjadi  Menteri Perhubungan di era Jokowi  jadi Presiden RI.



Diantara berbagai terobosan yang dilakukan Jonan diantaranya menciptakan sistem dimana tak ada orang yang tak berkepentingan masuk ke area peron KA, setiap calon penumpang diwajibkan menunjukkan KTP yang masih berlaku untuk dapat masuk area pemberangkatan KA, alhasil tak ada copet, tak ada pengasong dan jelas menekan angka komplain dari pengguna jasa.
Beberapa hari lalu atas undangan dari Pak Widhioseno bos  saya yang dinas di Bandung, saya mencoba untuk kembali bernostalgia mengenang kembali  nuansa khas naik kereta api dari Stasiun Tawang menuju stasiun Kota Bandung, terbayang klasiknya suasana kereta api yang dulu pernah saya  rasakan.

Beberapa perubahan nampak jelas terjadi dimulai dari pemesanan tiket online yang bisa dilakukan di Alfamart dan Indomaret, sayangnya ketika saya mau pesan bertepatan dengan ritual PLN Mati lampu sehingga terpaksa saya datang langsung ke Stasiun Tawang .

Di Stasiun Tawang saya masih mendapatkan tiket KA Harina dengan jadwal keberangkatan sekitar jam setengah sepuluh malam, dan ketika sambil menunggu kereta datang dan masuk area loby stasiun, saya melihat sebuah pertunjukan musik live tepat disamping  kanan saya duduk, serombongan pemusik dengan dandanan sederhana namun berkesan elegan nampak sedang memainkan alat musiknya dengan tempo sedang berirama Keroncong, menakjubkan, tak pernah terbayangkan sebelumnya, tak ayal kameraku  menari mengelilingi mereka, berbagai sudut tak terlewatkan, saya seperti mimpi berada di balkon Societet D’Opera jaman Belanda, kesan Gothic sangat terasa dimana bangunan stasiun yang berarsitektur Belanda disiram alunan musik klasik ala Jawa, mengagumkan.

Nama grup Keroncong itu adalah Gunung Jati Keroncong Music , entah dapat inspirasi dari mana nama itu, menurut mas Hendy sang punggawa pemegang biola, dirinya bermain sudah Delapan tahun di dunia Keroncong namun baru beberapa waktu saja diijinkan menggelar orkestrasi mini di loby Tawang ini, setelah berbincang sejenak dan menikmati alunan lagu bertajuk Widuri, Demi Kau dan Si Buah Hati, Aryati, Boulevard, Feelings dan sejenisnya, saya melangkah menuju ke dalam kereta Harina dan menikmati perjalanan.

Nyaman sekali berada dalam perjalanan dari  Semarang ke Bandung, dalam kereta pelayanan jauh berbeda dengan dua atau tiga tahun lalu , terasa lebih cozzy dan homy, tak ada asongan yang lewat namun diganti dengan makanan dan minuman yang ditawarkan oleh Pramugari kereta berseragam biru nan cantik (Ssst nama pramugarinya mbak Nova dan Mbak Sari...catat), makanan dan minuman itu tak gratis bro, harus bayar, namun murah kok, gak jauh beda dengan harga di Asongan, standarlah.

                Sesampai di Bandung  saya segera menyelesaikan segala sesuatunya yang berkaitan dengan pekerjaan antara bos dan saya, berjalan jalan sehari di Paris Van Java ,dua malam berikutnya saya pulang lagi ke Semarang kembali menggunakan jasa kereta Api Harina, tau apa yang saya temui di stasiun Kota Bandung jelang saya kembali?, ternyata di Stasiun Kota Bandung juga menyajikan live music, Cuma bedanya di Bandung musiknya lebih ber genre muda, dan terlihat para calon penumpang dan sejumlah bule yang ada antusias menikmati suasana sejuk dihangatkan oleh para musisi muda  itu, kemajuan PT KAI tak hanya melulu berkisar di tegaknya peraturan, administrasi dan pelayanan, namun PT KAI juga berinovasi di bidang budaya, ciamik tenan. 

(Aryo Widiyanto, Traveller , Backpaker, Photograper, Blogger dan Jurnalis serta buruh Negara yang tinggal di 087747970200, Fesbuk :Aryo Widiyanto )

Minggu, 19 Oktober 2014

Gethuk Telo , Hidangan khas Kendal yang nyaris hilang.



Gethuk Telo , Hidangan khas Kendal yang nyaris hilang.

                Mengenang masa kecil dengan berbagai dinamikanya sungguh menyenangkan, sekitar tahun 80 an saya masih ingat ketika akan berangkat sekolah dari rumah di kompleks imigran Sriagung ke SDN 1 Tjepiring yang terletak diseberang jalan Daendels Pantura , setiap pagi mendapat jatah makanan yang dibeli  dari seorang penjual aneka jajanan bernama mbak Lastri  yang mengggelar lapaknya di depan gedung bioskop Sriagung tepatnya didepan kantor penjualan kupon togel Porkas waktu itu, beraneka makanan dijajakan seperti Nasi Trames, aneka gorengan berupa Bakwan hingga Tahu Sumpel yaitu tahu yang didalamnya diisi sayur mayur, lalu ada Bubur Kinco, bubur yang diatasnya disiram cairan Gula Jawa, kemudian ada juga Ketan Kinco dan Gethuk Telo.

                Kini sejumlah jajanan dan hidangan khas masa kecil saya di Kendal masih ada, namun untuk Gethuk Telo, yaitu sebuah makanan yang bisa mengenyangkan perut di pagi hari yang terbuat dari Ketela rambat yang dihaluskan kemudian diatasnya diberi topping berupa parutan kelapa muda dan disiram saus gula jawa nampaknya sudah agak jarang yang menjualnya.

                Sampai suatu pagi tanggal 20 Oktober 2014 bertepatan dengan dilantiknya Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia yang ke 7, saya menemukan seorang penjual Gethuk Telo di Cepiring tepatnya di sebelah timur Pasar Cepiring atau di deretan penjual sepeda yang menuju kampung Kermit, nama penjualnya Bu Juariyah, warga lokal yang sudah sekian lama menjual aneka makanan di lapak miliknya yang juga merupakan tempat tinggalnya sehari hari.

                Menurut sang penjual, peminat Gethuk Telo dan aneka camilan tradisional masih tinggi, “Setiap pagi para pembeli masih setia membeii aneka jajanan di tempat saya, mungkin karena sudah terbiasa dan sudah menjadi tradisi maka dagangan saya tetap bertahan hingga sekarang” tuturnya.

                Kelestarian Gethuk Telo nampaknya bisa menimbulkan sebuah ide baru  dimana ternyata masyarakat bisa juga mendapatkan alternatif pangan selain beras, seperti yang kita ketahui bahwa Beras merupakan sumber pangan yang sulit tergantikan, ibaratnya jika tak makan nasi tak kenyang, pemikiran simpel yang membuat negara kita menjadi pengimport beras padahal Indonesia adalah negara agraris kaya raya dengan berbagai sumber pangan untuk warganya. (Aryo Widiyanto, Traveller , Backpaker, Photograper, Blogger dan Jurnalis serta buruh Negara yang tinggal di 087747970200, Fesbuk :Aryo Widiyanto )
               
               

Jumat, 17 Oktober 2014

Soto Kebo kuliner mantap khas Kabupaten Batang.




Soto Kebo , kuliner mantap khas Kabupaten Batang.



                Bagi pecinta wisata goyang lidah, makanan jenis Soto memang menarik untuk dinikmati, selain tidak membosankan, Soto juga terasa ringan di perut karena biasanya porsinya sedikit  dan mangkuknya pun kecil.

                Namun di Kabupaten Batang Jawa Tengah ada sebuah makanan jenis Soto yang ditanggung akan sangat mengenyangkan perut, namanya Soto Kebo , Kebo dalam bahasa Jawa adalah Kerbau, nah, dari sinilah nama itu berasal.

                Soto Kebo  yang dijual  tepatnya di Jalan Ahmad Yani no 37 Kauman Kabupaten Batang ini unik dan terasa spesial karena selain dalam porsi besar, bumbunya yang mirip kuah Tauto Pekalongan  terasa lebih menyengat aroma rempah dan rasa daging kerbaunya yang disayat kotak menebarkan bau khas yang sedap dan merangsang nafsu makan.

                Menurut Pak Aziz sang penjual dirinya sudah puluhan tahun menjual Soto Kebo, penikmatnya tak hanya dari Batang, Pekalongan , dan Pemalang namun juga dari Brebes bahkan Jawa Barat, “ Kebanyakan para pelanggan suka dengan bumbu rempah dan irisan daging Kerbau yang empuk dan harum, tidak ada bumbu rahasia dalam Soto saya, hanya memang ada sedikit tambahan resep yang mirip Tauto yang asalnya dari daerah sebelah barat” paparnya tanpa menyebut daerah barat itu daerah mana.

                Soto Kebo Pak Aziz ini nampaknya merupakan salah satu aset kuliner unik yang dimiliki Kabupaten Batang selain Lontong Lemprak Alun Alun dan Nasi Megono, “ Setiap kali ke Batang, saya selalu menyempatkan diri menikmati Soto Kebo di warung pak Aziz ini, rasanya mantap tiada tandingan, sehabis makan pasti keringat keluar hingga badan terasa segar” tutur AKP Haryo Dekodewo Kapolsek Weleri yang berasal dari Jogja ditemani AKP Hartono Kasatreskrim  Polsek Batang yang nampak sedang menikmati hidangan yang disajikan saat keduanya istirahat siang.
 



(Aryo Widiyanto, Traveller, Backpacker, penulis di media cetak dan blogger ,fesbuk di Aryo Widiyanto, blogspot di : aryowidiyanto.blogspot.com)