Jogjakarta selalu mempesona
Mungkin
bagi kami yang tinggal di Jawa Tengah, rekreasi ke Jogjakarta adalah sebuah hal
yang bisa dilakukan kapan saja, namun anehnya, setiap kali pergi ke Jogja,
selalu ada pengalaman baru nan menarik
dan selalu mempesona,nuansa tradisionalnya dari jaman aku SD hingga
anakku sudah SD bukannya memudar tapi
semakin kental dan menggetarkan hati untuk berkunjung kembali.
Seperti
saat beberapa hari lalu di bulan Mei 2014, sengaja hanya dengan bekal seadanya,
mencangklong tas ala Backpacker, bersepatu softboot, pake T Shirt dan tak lupa kamera besar untuk
mengabadikan kenangan di Neverending Asia ini.
Perjalanan
dimulai dengan naik bus dari Kendal ke Jogjakarta yang memakan waktu sekitar 4
Jam, sembari melihat pemandangan dari balik kaca bus , menyenangkan.
Sampai
di Jogja sekitar jam 11, destinasi pertama saya adalah Kasongan Bantul, karena keluarga saya masih ada yang
berdomisili disana, melihat Kasongan dan segala kisah sukses para perajin
gerabah di lokasi yang kini jadi kawasan wisata itu yang konon dulu tanah
disana tidak pernah dilirik, tak ada yang mau beli karena terpencil, kini harga
tanah disana melambung tinggi karena strategis dan potensial untuk tourism dan
pusat handycraft pottery, ditempat ini kita bisa membeli gerabah dalam bentuk
apapun, gaya apasaja, mulai dari gaya Jawa klasik, Jawa Tribal, Dayak, Papua,
China, hingga bentuk yang terunik sekalipun, ada, dengan ukuran mulai dari
seukuran botol balsem hingga yang suoer besar, harganya pun lebih murah
dibandingkan dengan dilokasi wisata lain karena di Kasongan inilah pusat
pembuatan dan penjualannya.
Puas di
Kasongan saya diantar keponakan menuju
Museum Dirgantara miik TNI AU di kawasan Adisucipto, di Museum ini
nampak sisi pendidikan ditonjolkan oleh TNI AU,mulai dari seragam TNI AU
berbagai jenis, hingga seragam Taruna dan Pilot rapi di dalam kaca, memotivasi
generasi negara ini untuk bangga pada Korps Dirgantara, kemudian berbagai diorama , replika pesawat , dan
berbagai kisah sejarah di paparkan lengkap dengan keterangan dan
klasifikasinya, berbagai jenis pesawat terbang yang pernah dipunyai Indonesia dipajang , kesan megah dan wibawa
nampak ketika deretan pesawat mulai dari jenis
kecil dan legendaris macam “Si Cocor Merah” yang digunakan bertempur
melawan Belanda dan Jepang hingga pesawat berbadan lebar Boeing dan Helikopter
pengangkut pasukan dibariskan rapi, para pengunjung bebas mau berpose seperti
apa saja.
Sengaja
kami langsung menuju ke Malioboro, spot
legendaris kuliner dan belanja di Jogjakarta,
sejak awal niat kami ber backpacker
diniatkan hanya berjalan kaki, kami kesampingkan berbagai alat transportasi
tradisional seperti Delman dan Becak yang menggoda dengan keramahan pengemudinya yang berpakaian adat Jogja
lengkap dengan blangkonnya, langkah kami menyusuri koridor Malioboro, sejumlah
pedagang menjajakan oleh oleh yang sangat murah, gantungan kunci bertuliskan I
Love Jogja beraneka warna hanya dijual di kisaran enam biji harga Sepuluh Ribu
Rupiah , ada penjual Sate Madura, Siomay Bandung, penjual seruling bambu,
mainan anak, seniman Tatto , penari Kuda Kepang dengan lincahnya menari
sementara pengunjung memberi donasi di kaleng biskuit di depannya, pemerintah
Jogja juga tanggap dengan membuat puluhan bangku kursi dari Beton disepanjang
jalan menuju Malioboro tepatnya di boulevard antara Taman pintar hingga Benteng
Vrederburg. Berbagai etnis berinteraksi dengan damai di Jogja, saya
melihat para pemuda Ambon bermain gitar
dengan asyiknya, sementara Ibu Ibu berlogat Madura menjajakan Sate Ayam,
penduduk lokal menjadi pengantar turis, sebuah harmoni nyaman tak terkira.
Jogjakarta, menciptakan
memori tersendiri, cobalah ajak keluarga, kerabat atau kekasih anda mengunjungi
tempat ini, menikmati udara sore, berjalan kaki berdua, jika tak ingin lelah
, delman atau becak siap mengantarkan anda ke tempat tempat romantis seperti
Tamansari yang konon adalah tempat bercengkerama Raja dan Permaisurinya, dan
ketika anda sudah menikmati panorama dan citarasa Jogjakarta, niscaya kerinduan
akan kota ini akan membawa anda kembali disini, suatu masa nanti. . (Aryo Widiyanto, Traveller, Bacpaker, penikmat seni yg tinggal di akun twitter @aryowidi, Facebook : Aryo Widiyanto dan blog : aryowidiyanto.blogspot.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar