Metode Binter Untuk Antisipasi Konflik
Suku Agama Ras dan Antar Golongan
( S A R A )
Essay oleh
Letnan Kolonel Erwin Rustiawan
Aryo Widiyanto
Metode Binter Untuk Antisipasi Cegah Konflik Suku Agama Ras dan Antar Golongan (SARA)
Pendahuluan
Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa yang besar, berpenduduk terbanyak kelima didunia serta ditunjang dengan sumber daya alam yang kaya serta merupakan Negara kepulauan terbesar didunia, tanahnya yang subur ditambah dengan posisi geografis strategis terletak diantara dua benua dan dua samudra menyebabkan banyak negara lain ingin menguasai nusantara ini.
Kekayaan alam dan posisi strategis itu diperindah dengan keaneka ragaman suku, etnis, adapt istiadat, agama dan bahasa adalah sangat potensial untuk dikembangkan secara perekonomian maupun dalam aspek kehidupan yang lain namun juga merupakan potensi perpecahan yang rentan jika sudah dihadapkan pada isu Suku , Agama, Ras dan Antar Golongan atau lazim disebut SARA.
Kondisi kerawanan itu juga menunjukkan masih kuatnya potensi anarkisme dan radikalisme dalam masyarakat yang majemuk. Sehingga warga bangsa mudah terprovokasi oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab.
Keanekaragaman belum sepenuhnya menjadi berkah. Justru, masih menjadi faktor kerawanan potensial. Perbedaan begitu mudah menjadi pertentangan dan pertentangan begitu mudah menjadi sumber konflik sosial, baik horizontal atau komunal maupun secara vertikal
1
Hal paling fundamental yang dialami bangsa Indonesia disebabkan rendahnya disiplin dan lemahnya kesadaran. Termasuk, sikap toleran serta kepatuhan terhadap tata-tertib peraturan dan hukum.
Sebagai benteng terakhir bangsa dan siap setiap saat berkorban demi kejayaan dan tetap utuhnya NKRI, TNI harus senantiasa waspada dan awas terhadap setiap gelagat dan kecenderungan yang mengundang kerawanan dan ancaman, yang hendak mengganggu stabilitas nasional serta mengganggu keutuhan NKRI.
Berbagai upaya harus senantiasa dilakukan, yang sesuai dengan Tugas Pokok dan Fungsi TNI sebagai elemen pertahanan maka TNI bisa berupaya dengan menggunakan metode Pembinaan Teritorial (Binter) sebagai antisipasi Cegah Konlik SARA.
2
Definisi Pembinaan Teritorial
Pembinaan Teritorial (Binter) Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI bahwa TNI AD yang merupakan bagian dari TNI mempunyai tugas menegakkan kedaulatan Negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman, gangguan hambatan dan tantangan yang datang dari luar maupun dari dalam negeri yang berpotensi mengancam kedaulatan Negara.
“Kartika Eka Paksi” sebagai Doktrin TNI AD menjabarkan bahwa Binter merupakan fungsi utama TNI AD dalam rangka menyiapkan ruang alat dan kondisi juang tangguh dan diselenggarakan untuk menunjang keberhasilan tugas pokok TNI AD khususnya dalam penetapan system pertahanan semesta yang tidak lepas dari kegiatan Pembinaan Komunikasi Sosial atau Komsos antara aparat Komando Wilayah dengan masyarakat maupun hubungan yang sinergis dengan pemerintah.
Persiapan dan penyelengaraan system Pertahanan Semesta memerlukan kerjasama dan koordinasi secara terpadu dengan segenap komponen bangsa lainnya oleh karena itu Komsos dilaksanakan secara berkesinambungan dan terus menerus sebelum, selama dan setelah terjadinya perang, dalam pelaksanaanya mutlak diperlukan adanya kesatuan pandangan dalam arti visi dan misi serta persepsi dalam membangun dan menyiapkan
potensi kekuatan masyarakat secara menyeluruh bagi pertahanan Negara terhadap segala ancaman.
3.
Pengertian Pembinaan Teritorial adalah menyelenggarakan perencanaan, pengembangan, pengerahan dan pengendalian untuk merubah potensi wilayah pertahanan dengan segenap aspeknya menjadi kekuatan wilayah sebagai ruang alat dan kondisi juang yang tangguh untuk kepentingan pertahanan Negara di darat.
Sedangkan Metoda Binter adalah cara yang digunakan dalam pembinaan territorial lapangan terdiri dari Bhakti TNI, Pembinaan Perlawanan Wilayah (Binwanwil) dan Komunikasi Sosial (Komsos) .
Bhakti TNI yaitu pelibatan TNI sebagai komponen utama pertahanan pertahanan dalam membantu menyelenggarakan kegiatan kemanusiaan (Civic Mission) untuk menangani masalah masalah social dan kemanusiaan atas permintaan instansi terkait dan atas inisiatif sendiri yang dilaksanakan secara bersama sama dengan instansi terkait tanpa mengabaikan kesiapan satuan.
Binwanwil yaitu segala usaha dan kegiatan dalam rangka mewujudkan perlawanan wilayah dengan meningkatkan kepekaan, kesadaran, dan partisipasi masyarakat dalam menangkal setiap dan gangguan yang membahayakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI.
Komunikasi Sosial, sebagai suatu metoda adalah suatu cara yang diselenggarakan oleh satuan jajaran TNI AD yang berhubungan dengan perencanaan dan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan keeratan hubungan dengan segenap komponen bangsa guna terwujudnya saling pengertian dan kebersamaan yang memungkinkan timbulnya keinginan masyarakat untuk berpartisipasi di bidang pertahanan.
4.
Apa Sasaran Pembinaan Terrritorial ?
SasaranPembinaan territorial adalah kegiatan yang dilakukan terhadap objek Geografi, Demografi, dan Kondisi Sosial ditentukan dengan rangkaian sasaran meliputi
Sasaran Antara , Dilakukan melalui pendekatan Komsos guna tercapainya sasaran khusus dan sasaran pokok sesuai perundang undangan yaitu :
a) Meningkatkan persamaan persepsi atau cara pandang tentang penyelenggaraan fungsi territorial oleh lembaga fungsional maupun lembaga kemasyarakatan di pusat dan daerah.
b) Tercapainya kesepakatan seluruh komponen bangsa tentang tataran kewenangan pembinaan dan pendayagunaan sumber daya nasional bagi kepentingan pertahanan Negara di darat yang terwadahi dalam peraturan perundang undangan.
c)Terwujudnya mekanisme dan tata laksana pembinaan territorial yang terpadu antar lembaga fungsional dalam pengelolaan sumber daya nasional untuk mewujudkan komponen cadangan dan komponen pendukung pertahanan Negara aspek darat.
Sasaran Khusus, merupakan rangkaian sasaran sasaran yang diawali dengan hal hal yang bercorak peningkatan kesejahteraan masyarakat yang secara bertahap diarahkan kepada pembentukan kemampuan pada bidang pertahanan Negara, sasaran itu tercermin dari :
a) Semakin meningkatnya kesejahteraan hidup masyarakat baik lahir maupun batin.
b)Semakin mantapnya kesadaran berbangsa dan bernegara
c) Semakinmantapnya kesadaran bela Negara
d) Semakin meningkatnya kesadaran dan partisipasi untuk melibatkan dalam system bela Negara
e}Berfungsinya system pembinaan keamanan kewilayahan yang diselenggarakan secara terpadu.
f) Berfungsinya system Bela Negara yang tercermin pada pengorganisasian kekuatan kekuatan rakyat terlatih yang dapat diandalkan.
5.
Sasaran pokok , Serangkaian sarana, prasarana dan kondisi yang diartikan sebagai peranti peranti pokok dalam penyelenggaraan pertahanan Negara, Sasaran pokok sudah dikaitkan langsung dengan kepentingan operasi, perwujudan sasaran pokok tercermin dari
a) Adanya daerah pangkal perlawanan
b) Adanya kekuatan rakyat terlatih yang sudah diorganisasi , silengkapi, dilatih dan disiagakan.
c) Adanya system logistic wilayah yang sudah terorganisasi secara nyata dengan segenap perangkatnya.
d) Terselenggaranya system bela Negara secara baku, melembaga dan dibina secara mantap
Tujuan Pembinaan Teritorial
a) Menciptakan ruang , alat dan kondisi juang yang tangguh untuk kepentingan pertahanan Negara
b) Menyusun seluruh komponen bangsa dalam masyarakat di wilayah kedalam organisasi system pertahanan semesta.
c) Membina dan menggunakan potensi nasional untuk kepentingan pertahanan Negara dalam ruang dan waktu tertentu.
d) Mengkoordinir lembaga dan instansi terkait dalam usaha penyusunan pertahanan Negara di darat.
6
Apa itu Komando Teritorial dan Komando Kewilayahan ?
Komando Teritorial atau Komando Kewilayahan dalam perspektif Pertahanan Negara sebagaimana yang tecantum dalam Pasal 7 UU No 34/2004 sangat jelas apa yang menjadi tugas pokok TNI berikut dengan macam operasi apa yang diijinkan untuk melaksanakan tugas pokok itu yaitu Operasi Militer Untuk Perang dan Operasi Militer Selain Perang
A) Operasi Militer Untuk Perang
Operasi Militer Untuk Perang (OMP) adalah segala bentuk pengerahan dan penggunaan TNI untuk melawan kekuatan militer Negara lain yang melakukan agresi terhadap Indonesia dan atau dalam konflik bersenjata dengan satu Negara lain atau lebih yang didahului dengan adanya pernyataan perang dan tunduk pada hukum perang internasional.
Dalam melaksanakan OMP tersebut TNI Menggunakan suatu pola operasi yang dikenal dengan pola operasi Defensif aktif atau pertahanan aktif . Pola operasi ini mempunyai sifat “Pertahanan yang disusun secara mendalam” yang dapat divisualisasikan secara sederhana sebagai berikut :
1) Tahapan Pencegahan
Tahapan ini dimaksud untuk membatalkan atau mencegah niat musuh atau niat masingmasing untuk melakukan tindakan permusuhan. Hal ini dapat dilakukan dengan diplomasi secara bilateral maupun menggunakan Negara ketiga dan badan internasional, dalam hal ini diperlukan antara lain adanya tampilan kekuatan TNI, tingkat komitmen persatuan dan kesatuan bangsa serta kondisi kemanunggalan TNI-Rakyat sebagai daya tangkal.
7
2) Tahapan Operasi Penindakan
Tahapan ini dilaksanakan bila operasi pencegahan tidak berhasil dan musuh melanjutkan agresinya. Ditinjau dari medan pertempuran dan kekuatan yang digunakan secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut :
a) Menghancurkan musuh sebelum masuk wilayah NKRI dengan menggunakan kekuatan udara dan laut.
a) Menghancurkan musuh diperjalanan tatkala sudah masuk wilayah NKRI dengan mengguanakan kekutan udara serta laut serta unsur kekuatan darat yakni satuan Arhanud yang bertugas melindungi objek vital nasional dari serangan udara musuh.
b) Menghancurkan musuh ketika musuh sudah mampu mendaratkan kekuatannya dan melakukan penetrasi ke darat , penghancuran musuh itu melalui kekuatan darat , laut dan udara serta komponen pertahanan nasional lainnya.
B) Sementara Operasi Militer Selain Perang diantaranya adalah:
a) Mengatasi gerakan separatis bersenjata
b) Mengatasi pemberontakan bersenjata
c) Mengatasi aksi terorisme
d) Mengamankan wilayah perbatasan
e) Mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis
f) Melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri
g) Mengamankan Presiden, wakil Presiden beserta keluarganya
h) Memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta.
i) Membantu tugas pemerintah di daerah
8
j) Membantu Kepolisian Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam Undang Undang.
k) Membantu mengamankan tamu Negara setingkat kepala Negara dan pemerintahan asing yang sedang berada di Indonesia
l) Membantu menangggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan
m) Membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (Search and Rescue)
n) Membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan dan penyelundupan.
Dari uraian diatas jelas bahwa TNI AD mempunyai kewajiban untuk menjaga kedaulatan NKRI melalui bidang pertahanan, namun dalam setiap masa tentu ada ancaman dan gangguan baik dari dalam maupun luar negeri yang ditujukan untuk merusak keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa , serta mengikis rasa persatuan dan kesatuan adapun ancaman dan gangguan itu diantaranya adalah:
1) Agresi berupa penggunaan kekuatan bersenjata oelh Negara lain
2) Pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh Negara lain
3) Sabotase dari pihak tertentu untuk merusak instalasi penting dan objek vital nasional
4) Spionase yang dilakukan oleh Negara lain untuk mencari dan mendapatkan rahasia militer
5) Aksi terror bersenjata yang dilakukan oleh teroris internasional maupun local
6) Ancaman keamanan di laut maupun udara seperti pembajakan atau perompakan, penyelundupan senjata, amunisi dan bahan peledakyang dapat membahayakan keselamatan bangsa
7) Konflik Komunal yang terjadi antar kelompok masyarakat yang dapat membahayakan keselamatan bangsa
9
Data dan Fakta Ancaman paling Serius Bangsa Ini
Salah satu ancaman paling serius yang sering menjadi pemantik rusaknya persatuan dan kesatuan bangsa pada saat ini adalah konflik Komunal bernuansa Suku Agama Ras dan Antar golongan (SARA), peristiwa terakhir seperti rusuh di Cikeusik Jawa Barat dan pembakaran sejumlah tempat ibadah yang diawali dari ketidak puasan massa atas vonis hakim yang dianggap terlalu ringan bagi oknum yang dianggap menistakan salah satu agama hingga menyebabkan sejumlah pejabat dicopot merupakan cerminan betapa efektifnya isu SARA untuk memicu kerusuhan.
Data dan fakta dilapangan menunjukkan bahwa tindak kekerasan bermotivasi agama dan diskriminasi terhadap pemeluk agama dan atau keyakinan minoritas melonjak secara signifikan di tahun 2010 menurut dua Lembaga Swadaya Masyarakat pendorong toleransi beragama yakni Moderate Muslim Society (MMS) dan Wahid Institute (WI) yang secara terpisah mempublikasikan hasil penelitiannya tentang kehidupan beragama di Indonesia (Suara Merdeka : 20 Februari 2011)
MMS mencatat ada 81 kasus intoleransi agama sepanjang 2010 naik 30% dari tahun 2009 sedangkan WI mencatat 193 kejadian diskriminasi agama dan 133 kasus intoleransi tanpa kekerasan naik sekitar 50% dari tahun sebelumnya. Diantara kekerasan tersebut gangguan terhadap pelaksanaan ibadah dan perusakan tercatat paling banyak dilaporkan.
10
Merujuk pada temuan Aliansi Kebangsaan untuk Kerukunan Beragama (AKUR) Maarif Institute memaparkan bahwa Jawa Barat merupakan daerah yang mendominasi peristiwa kekerasan berlatar belakan agama, hingga pertengahan September 2010 saja sudah tercatat 117 kasus meningkat dari 114 kasus yang terdata hingga akhir 2009.
Data Setara Institute juga sama, lembaga ini mencatat selama kurun waktu 2009/2010 terjadi 286 tindak kekerasan ,
dari jumlah itu menurut mereka 103 tindak kekerasan dilakukan elemen Negara dan 183 sisanya oleh elemen non Negara termasuk Ormas anarkitis.
Media Massa mencata peristiwa peristiwa menonjol berlatar belakang agama selama 2 tahun terakhir yaitu pada tanggal 1 Juni 2008 terjadi penyerangan oleh Front Pembela Islam (FPI) terhadap anggota Aliansi Kebangsaan Untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) yang tengah melakukan aksi keprihatinan di Silang Monas Jakarta, tanggal 27 Juli 2010 Masjid Syeikh Ali Martaib di Desa Lumban Lobu Kecamatan Bonatua Tapanuli Utara dibakar habis oleh orang tak dikenal menjelang subuh. Tanggal 10 Agustus 2010 tempat ibadah HKBP Pondok Indah Timur Ciketing, Bekasi Timur dirusak massa karena tidak memiliki izin pembangunan rumah ibadah karena tak ada penyelesaian maka pada tanggal 12 September 2010 terjadi bentrok yang mengakibatkan sejumlah warga terluka karena hantaman benda tumpul dan penusukan.
Tanggal 6 Februari 2011 Tragedi Cikeusik, Pandeglang, Banten menewaskan tiga orang dan melukai sedikitnya lima orang, Tanggal 8 Februari 2011 Di Temanggung Jateng , tiga gereja dirusak massa yang marah karena terdakwa kasus penistaan agama Antonius Richmon Bawengan hanya dijatuhi vonis 5 Tahun penjara. Dan tangal 15 Februari 2011 sebuah pesantren di desa Kenep Beji, Pasuruan Jawa Timur diserang gerombolan bermotor.
11
Berbagai Opini tentang Konflik SARA
Berbagai wacana dan opini dari para praktisi hukum, pendidikan , sosial, dan agama mengemuka , diantaranya dari Rektor Universitas Paramadina, Anis Baswedan, yang menilai kerusuhan mengatasnamakan agama terjadi akibat absennya ketegasan negara ia khawatir jika kerusuhan itu dibiarkan maka akan dapat mengoyak rajutan kebangsaan ( Suara Merdeka : 20 Februari 2011) dia juga mengingatkan bahwa ketika negara tidak tegas dan mendiamkan kekerasan bermotif agama, maka ini akan membuat orang atau kelompok yang berpotensi melakukan kekerasan dengan membawa nama agama berani berbuat.
Menurut Direktur Eksekutif Maarif Institute Fajar Riza Ul Haq, gejala pembiaran oleh negara dan keterlibatan kelompok kelompok sipil dan tindakan intoleran, anomali itu dalam proses demokratisasi, dia juga menegaskan bahwa jika tak ada ketegasan aparat kepolisian dan langkah proaktif kelompok kelompok sipil berbasis agama guna meredam kekerasan maka masa depan demokrasi kita yang masih belia ini berada di bibir jurang ketidakpastian.
Dari TNI Sendiri mempunyai Versi dan Opini mengenai konflik bernuansa SARA tersebut, Kerusuhan bernuansa SARA yang belakangan terjadi di sejumlah wilayah merupakan fakta nyata ancaman bagi kebhinekaan. Seluruh Prajurit TNI pun diimbau untuk tidak bersikap netral menghadapi ancaman tersebut.
Hal tersebut disampaikan Kasum TNI Marsdya Edy Harjoko , ( Media Indonesia Kamis 17 Februari 2011) , di hadapan para prajurit dan PNS TNI dalam Upacara 17 Agustus di lapangan Apel Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur.
12
“Seharusnya kebhinekaan tersebut menjadi benteng terakhir ke-Indonesiaan. Lantaran itulah, sekarang kondisi nasional bangsa Indonesia memang tengah dirundung duka,” tutur Kasum TNI, dalam amanatnya yang dibacakan Perwira Staf Ahli Tk III Bidang Intekmil Panglima TNI Mayjen (Mar) Baharudin.
Lebih jauh, Kasum TNI mengungkapkan kondisi itu juga menunjukkan masih kuatnya potensi anarkisme dan radikalisme dalam masyarakat yang majemuk. Sehingga, kata dia, warga bangsa mudah terprovokasi oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab.
“Keanekaragaman belum sepenuhnya menjadi berkah. Justru, masih menjadi faktor kerawanan potensial. Perbedaan begitu mudah menjadi pertentangan dan pertentangan begitu mudah menjadi sumber konflik sosial, baik horizontal atau komunal maupun secara vertikal,” tandasnya.
Kasum TNI memaparkan hal paling fundamental yang dialami bangsa Indonesia disebabkan rendahnya disiplin dan lemahnya kesadaran. Termasuk, sambung dia, sikap toleran serta kepatuhan terhadap tata-tertib peraturan dan hukum.
“Sebagai prajurit yang bangga dan senantiasa siap mewakafkan diri demi kejayaan dan tetap utuhnya NKRI, TNI tidak boleh netral terhadap setiap gelagat dan kecenderungan yang mengundang kerawanan dan ancaman, yang hendak mengganggu stabilitas nasional, apalagi yang hendak mengganggu keutuhan NKRI,” katanya.
Lantaran itu pulalah, Kasum TNI menambahkan TNI harus senantiasa bersikap waspada sekaligus antisipatif, agar dapat melaksanakan tugas pokok dengan sebaik-baiknya. Senantiasa siap operasional, kata dia, agar setiap saat dapat digerakkan untuk mengemban tugas perbantuan, dalam rangka turut serta menjaga dan memelihara stabilitas nasional guna menjamin kesinambungan pembangunan nasional.
13
Sementara Kepala Staff Angkatan Darat (KSAD) Jenderal George Toisutta membantah bahwa intelejen tidak berfungsi sehingga terjadi konflik SARA di Serang, Banten dan Temanggung, Jawa Tengah.
“Tidak ada yang namanya kecolongan atas tragedi Serang, Banten dan Temanggung, Jateng. Siapa yang bilang kecolongan?. Intelejen telah bekerja sesuai prosedur, dan telah melakukan langkah antisipatif di lokasi kejadian,” kata KSAD di Tasikmalaya, Jawa Barat ( Media Indonesia Rabu 9 Februari 2011)
KSAD menjelaskan, bukti berfungsinya intelejen yakni beberapa petugas sudah ada di lokasi sebelum tragedi itu terjadi. Hanya saja saat peristiwa itu terjadi massa lebih banyak dari petugas yang melakukan pengamanan. “Jadi langkah awal telah dilakukan,” tandasnya.
Menurutnya, terjadinya aksi kerusuhan massa di Serang dan Temanggung karena tidak ditaatinya aturan. “Artinya semua pihak harus taat aturan. Ini (peristiwa Serang dan Temanggung) terjadi karena mereka tidak taat aturan.” Papar KSAD.
14
Antisipasi Pemerintah dan TNI dalam atasi Konflik SARA
Selain itu konflik mengenai Jemaah Ahmadiyah Indonesia yang dianggap menyimpang karena mengajarkan paham bahwa ada Nabi setelah Nabi Muhammad SAW juga kerap menimbulkan polemik , sebenarnya pemerintah tidak tinggal diam dalam menyikapi fenomena tersebut,sebagai antisipasi Pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga menteri yang diterbitkan tanggal 9 Juni 2008 Enam Point SKB tersebut adalah:
1) Memberi peringatan dan memerintahkan untuk semua warga Negara untuk tidak menceritakan, menafsirkan suatu agama di Indonesia yang menyimpang sesuai UU Nomor 1 PNPS 2005 tentang pencegahan penodaan agama.
2) Memberi peringatan dan memerintahkan bagi seluruh penganut, pengurus, Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) sepanjang menganut agama Islam agar menghentikan semua kegiatan yang tidak sesuai dengan penafsiran agama Islam pada Umumnya, seperti pengakuan adanya Nabi setelah Nabi Muhammad SAW.
3) Memberi peringatan dan memerintahkan kepada kepada anggota atau pengurus JAI yang tidak mengindahkan peringatan tersebut dapat dikenai sanksi sesuai perundang undangan yang berlaku.
4) Memberi peringatan dan memerintahkan semua warga Negara menjaga dan memelihara kehidupan umat beragama dan tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum terhadap penganut JAI
5) Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah dapat dikenai sanksi sesuai perundangan yang berlaku.
6) Memerintahkan setiap pemerintah daerah agar melakukan pembinaan terhadap keputusan ini.
15
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebenarnya sudah bersikap tegas terhadap para pelaku kekerasan bermotif agama, seperti ketika Front Pembela Islam (FPI) menyerang anggota aliansi Kebangsaan Untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) di Monas 1 Juni 2008, ketika itu Presiden SBY yang masih berduet dengan Wapres Yusuf Kalla mengatakan bahwa negara tidak boleh kalah oleh teror, kemudian polisi langsung menangkap dan menghukum ketua FPI Rizieq Shihab.
Pemerintah juga melakukan tindakan preventif atau pencegahan dalam menyikapi potensi konflik yang bermotif SARA dengan membentuk Forum Kerukunan Umat Beragama ( FKUB)
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor : 9 tahun 2006 dan Nomor 8 tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaan Tugas Kepala daerah/Wakil Kepala Daerah dalam pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama , Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah mendefinisikan bahwa Kerukunan Umat Beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi , saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan, dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara di dalam NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Forum Kerukunan Umat beragama (FKUB ) adalah forum yang dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah dalam rangka membangun , memelihara dan memberdayakan umat beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan.
Rumah Ibadah adalah bangunan yang memiliki ciri tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadah bagi para pemeluk masing masing agama secara permanen, tidak termasuk rumah ibadat keluarga.
Tugas kepala Daerah dalam pemeliharaan Kerukunan Umat beragama
1) Pemeliharaan Kerukunan umat beragama menjadi tanggung jawab bersama umat beragama, pemerintah daerah dan pemerintah.
2) Provinsi menjadi tanggung jawab Gubernur dan di Kabupaten /Kota menjadi tugas Bupati/Wali Kota, di wilayah kecamatan dilimpahkan kepada Camat, dan diwilayah Kelurahan/Desa dilimpahkan kepada Lurah/Kades melalui Camat.
16
TNI AD mempunyai kewajiban untuk menjaga kedaulatan NKRI melalui bidang pertahanan, namun dalam setiap masa tentu ada ancaman dan gangguan baik dari dalam maupun luar negeri yang ditujukan untuk merusak keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa , serta mengikis rasa persatuan dan kesatuan adapun format antisipasi ataupun tindakan preventif yang dilakukan TNI AD adalah dengan memberikan bantuan berupa masukan informasi baik melalui forum Muspida, Muspida Tingkat II ataupun Muspika dengan mengerahkan segenap kemampuan intelijen maupun pendekatan melalui Komando Teritorial melalui Bintara Pembina Desa (Babinsa) .
Aparatur Kowil dalam hal ini Kodam, Korem, Kodim hinggga Koramil dituntut untuk mampu menyiapkan personelnya mendeteksi adanya indikasi dan ancaman yang mengarah kepada konflik SARA, baik dengan system jaring informasi yang diperkuat hingga mengefektifkan kembali metode yang dianggap lama tapi ternyata mampu memberikan informasi terkini seperti “Buku Riwa Riwi” yaitu buku yang stand by di Koramil yang ditandatangani dan diisi oleh perangkat desa yang datang ke Koramil berisi laporan terbaru dari para perangkat desa tentang situasi di desanya, yang didalamnya menyangkut tentang keadaan keamanan, tamu yang menginap, isu terbaru dan sebagainya,
dari buku itu saja aparatur Koramil seharusnya mampu membaca keadaan di desa binaannya.manfaat buku itu tak hanya terbatas tersedianya informasi tentang keamanan, potensi SARA tapi juga bahkan mungkin tentang adanya indikasi terorisme di wilayahnya.
17
Kunjungan para Babinsa secara berkala ke Desa untuk memantau perkembangan situasi juga mendatangkan manfaat dari segi antisipasi adanya isu bersifat SARA yang mungkin menyelinap diantara berbagai motif dan modus, pembinaan dan peningkatan kualitas intelektual prajurit oleh para pimpinan dalam hal ini Dandim dan Danramil melalui pembekalan, pembinaan, penyegaran dan pengujian terhadap Bidang Pembinaan Satuan seperti Pembinaan Personil yang meliputi Kuantitas dan kualitas personil, Kesamaptaan jasmani, atau pembinaan latihan melalui latihan
teknis territorial .serta Pembinaan Administrasi melalui pengefektifan buku kerja babinsa.
Bidang penyelenggaraan Binter juga harus senantiasa di segarkan dalam memori para prajurit oleh para pimpinan Satuan yang meliputi Kemampuan Teritorial yaitu pelaksanaan 5 (lima) kemampuan territorial dan sikap territorial, Administrasi Teritorial berupa program kerja dan produk sisrendal binter meliputi Produk dasar yang mencakup petunjuk territorial, analisa potensi wilayah, analisa potensi pertahanan dan rencana pembinaan territorial, yang perlu diperdalam oleh para Babinsa adalah Produk Operasional yaitu telaahan pembinaan territorial dan program pembinaan territorial. Protap Satuan yang mencakup kesiap siagaan dan menghadapi kerusuhan massal juga perlu dipertajam pemahamannnya.
18
Kesimpulan
Persatuan dan kesatuan seluruh elemen bangsa denganb dilandasi ketulusan niat dan itikad baik tanpa saling mencurigai satu sama lain sangat dibutuhkan dalam mengatasi dan melakukan tindakan preventif terhadap potensi konflik SARA, keberagaman seharusnya menjadi pemacu semangat untuk meningkatkan kualitas anak bangsa menyongsong kemajuan jaman, bukan untuk dimanfaatkan sebagai pemantik rasa saling mengunggulkan diri yang berlandaskan isu SARA yang rawan menimbulkan api permusuhan.
Peran TNI AD dalam meredam isu SARA selama ini sering dianggap hanya sebagai ”Pemadam Kebakaran” dalam arti ketika ada kerusuhan baru TNI diterjunkan guns membantu mengatasi kerusuhan , untuk itu kedepan harus ada perubahan paradigma bahwa TNI sebagai elemen pemersatu bangsa harus lebih proaktif dalam mempererat jalinan kesatuan bangsa melalui berbagai forum yang dibangun oleh pemerintah dalam hal ini pemerintah pusat maupun daerah seperti FKUB ataupun atas prakarsa TNI sendiri seperti pembinaan Mental (Bintal) ataupun Pendidikan pendahuluan Bela Negara (PPBN) yang diikuti oleh segenap lapisan masyarakat.
Penggunaan Metode Binter dalam antisipasi konflik SARA akan efektif jika kualitas prajurit di tingkat Kowil juga turut meningkat, pendidikan dan pembekalan dalam menjalankan tugas bagi Babinsa mutlak harus dilakukan oleh pimpinan baik itu Danramil, Dandim, Danrem ataupun Panglima sebagai penyemangat dan penyegar intual bagi Babinsa.
19
Gagasan
Sebuah gagasan yang mungkin merupakan inovasi baru dalam menyikapi dan mencegah timbulnya konflik menjurus ke SARA adalah dengan mengefektifkan satuan Non Kowil dalam hal ini Satuan Tempur (Satpur) dalam hal ini Batalyon Batalyon TNI AD yang tersebar di seluruh Nusantara untuk diberi ilmu territorial dan intelijen serta mengadakan pendekatan territorial terhadap masyarakat di sekitar Markas mereka.
Ide ini berdasarkan pemikiran bahwa dengan pembekalan ilmu territorial dan intelijen serta praktek lapangan secara langsung membaur ditengah masyarakat selain akan meningkatkan kualitas intelektual prajurit, juga akan meminimalisir adanya ancaman konflik SARA yang sengaja dihembuskan oleh kelompok tertentu di masyarakat, deteksi dini dan pemantauan yang intensif dari para prajurit yang berjumlah ratusan ribu tentu menjadi ancaman serius bagi para penebar terror.
Selain itu, Prajurit yang bertugas di Batalyon terutama Bintara dan Tamtama tentu suatu ketika akan bertugas di Wilayah Teritorial (Kodim atau Koramil) diharapkan dengan bekal ilmu yang didapat tentang territorial dan intelijen semasa mereka berada di Batalyon akan membantu mempermudah proses transisi mereka dari prajurit tempur menjadi prajurit territorial.
Erwin Rustiawan
Aryo Widiyanto
Sekilas Tentang Penulis
Letkol Inf Erwin Rustiawan adalah Dandim 0715/Kendal
Aryo Widiyanto adalah pengamat militer yang berprofesi sebagai Redaktur Pelaksana Majalah Bhara Mitra Bahurekso Polres Kendal dan Wartawan di Majalah Gema Diponegoro Kodam IV/TNI AD, dia tinggal di Jalan Sriagung 234 Cepiring Kendal Jateng
20
Tidak ada komentar:
Posting Komentar