Minggu, 01 Januari 2012

Sejarah Militer Kabupaten Kendal oleh Aryo Widiyanto dan Kapten Inf Harmanto

Sejarah Militer Kabupaten Kendal

Pendahuluan

Sejarah Kodim 0715/Kendal mengalir sejalan dengan perjuangan rakyat dalam arti tak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain , jika pembaca sudah menikmati isi buku ini, bab demi bab, paragraph demi paragraph, akan nampak bahwa perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan membutuhkan kebersamaaan dan kekompakan seluruh elemen bangsa ini, tidak hanya peran TNI yang kami kemukakan namun juga sumbangsih aparatur pemerintahan sipil, pejuang,Kyai, Santri, Pedagang, dan segenap potensi masyarakat di Kendal ternyata ikut menghantar bangsa ini menuju kejayaan seperti sekarang.

Teladan seperti Bupati Kendal Sukarmo, Lurah Ngaliyan Raden Notokusumo, dan Kyai Haji Akhmad dari Pondok pesantren Dondong Mangkang yang bertempur digaris depan bersama TNI dan rakyat tanpa memperdulikan jabatan, status sosial dan keselamatan jiwa serta harta benda mereka, merupakan sebuah suri tauladan bahwa kepentingan bangsa lebih utama daripada kepentingan pribadi.

Perlu diingat bahwa perasaan senasib, tekanan berat secara Ipoleksosbud, dan jiwa patriotisme didorong oleh semangat ingin merdeka menjadi pemicu bagi para pejuang untuk terus mengobarkan api perlawanan terhadap Belanda, dibeberapa bagian buku ini anda akan dapat mengetahui pejuang kita dengan peralatan yang sederhana seperti Golok, Klewang dan Bambu runcing serta senjata api rampasan mampu mengobrak abrik markas musuh di Kalibanteng semarang dan menghancurkan beberapa pesawat pemburu jenis Mustang dan sebuah pesawat Pembom B-25 , konon type pesawat inilah yang menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki, semangat pantang menyerah dan tak kenal takut coba kami segarkan kembali dalam ingatan para pembaca.

Buku ini mencoba menelisik sejarah awal mula berdirinya Kodim Kendal yang ternyata tak bisa dilepaskan dari perkembangan dan perubahan struktur organisasi TNI sendiri, mulai dari BKR, TKR, TRI hingga TNI di tingkat pusat senantiasa diikuti dengan patuh tanpa reserve oleh TNI di tingkat Kabupaten Kendal, itulah tanda sebuah organisasi yang militant, mampu menggerakkan elemennya sampai diakar paling bawah.

Ketika pemerintahan militer dan Sipil Kendal berpindah mulai dari Kendal, Kenjuran, Temanggung hingga Sojomerto, tidak hanya para pejuang dan rakyat Kendal yang bertempur mati matian membela tanah kelahirannya, berbagai batalyon dan satuan tempur TNI dari luar kota seperti Wonosobo, Solo dan Jogjakarta siap membantu pejuang di Kendal, rasa persatuan dan kesatuan sedemikian kuat mengikat hati mereka, sesuatu yang jarang ditemui saat ini.

Tim penyusun Sejarah Kodim 0715/Kendal menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam isi maupun tata bahasa yang ada dalam buku yang kami sajikan, untuk itu sumbang saran, masukan dan kritik membangun dari segenap penikmat buku ini sangat kami harapkan sebagai pemacu semangat untuk berkarya lebih baik dimasa depan.

Akhir kata,segenap penyusun mengucapkan terima kasih atas perkenan para pembaca untuk membaca, mencermati dan menikmati isi tulisan dalam buku ini, semoga ada hal positif yang bisa diambil dan bermanfaat bagi kita semua.

Kendal Juli 2010.

Penyusun

Aryo Widiyanto dan Kapten Inf Harmanto

III. BAB II. Sekitar Pembentukan.

1. Latar Belakang Pembentukan

Latar belakang pembentukan Kodim 0715/Kendal dalam sejarahnya tidak terlepas dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia khususnya TNI melawan penjajah di Jawa tengah terutama didaerah Karesidenan Semarang yang tentunya merupakan bagian dari sejarah kelahiran Kodam IV Diponegoro dan Komando Resort Militer 073/Makuratama.

Embrio awal terbentuknya kesatuan tentara di daerah Kabupaten Kendal seiring dengan gerakan para pejuang di daerah ini dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah dengan berbagai bentuknya seperti gerakan pelajar, mahasiswa, kelasykaran santri dan satuan eks tentara pribumi didikan penjajah seperti PETA dan Heiho yang berjuang untuk berdirinya Republik Indonesia.

Menjelang masa kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, ketika pemerintahan baru Indonesia sedang mempersiapkan struktur kepemerintahannya seperti Presiden, Wakil Presiden, Menteri, dan seterusnya, Persiapan dibidang Keamanan ternyata juga mencapai tingkat Kabupaten, ketika itu pada awalnya di Kabupaten Kendal terbentuk Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI) dan Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang beranggotakan bekas tentara Peta dan Heiho dibawah pimpinan Hendroprawoto dan Raden Sukarno Joyonegoro.

Sementara dari masyarakat juga terbentuk kelompok dan badan kelaskaran seperti :Barisan Pelopor, Laskar rakyat, Pesindo, Hisbullah, Barisan Banteng dan sebagainya.

A.Faktor eksternal dimana kemerdekaan yang baru saja diperoleh hendak dirampas kembali oleh bangsa lain dalam hal ini Jepang dan Belanda serta

B.Faktor internal dimana keinginan untuk menikmati hak sebagai warga Negara yang merdeka berdaulat adil dan makmur sesuai harapan rakyat yang selama ini tertindas oleh kolonialisme membuat pembentukan embrio awal kemiliteran di Kendal berkembang dan didukung seluruh elemen masyarakat.

Kondisi rakyat Kendal yang selama masa penjajahan Belanda ,mayoritas penduduknya dibawah garis kemiskinan, menderita kehilangan harta benda bahkan nyawa sanak saudara karena perang yang sekian abad tidak kunjung selesai ditambah dimasa penjajahan Jepang keadaannya tidak juga mengalami perbaikan malah semakin parah dengan adanya paksaan dari tentara Dai Nippon mengusung slogan “ Gerakan hidup baru” yang ternyata menyengsarakan rakyat gerakan itu mewajibkan rakyat Kendal harus mengganti tanaman pangan mereka seperti beras, jagung,dan singkong dengan tanaman Jarak guna dibuat minyak untuk keperluan mesin perang Jepang, kemudian petani diwajibkan menyetorkan sepertiga hasil panennya, Warga dipaksa mengumpulkan Emas, Perak, Berlian, Intan dan benda berharga lainnya, kepada rakyat yang tidak mempunyai tanah harus kerja paksa dengan sebutan “Romusha” sehingga banyak warga Kendal yang terpisah dari keluarganya karena setiap laki laki harus bekerja dibawah todongan senjata Jepang, dikirim keluar daerah bahkan keluar negeri hingga tak jarang banyak dari mereka yang meninggal tanpa sempat bertemu dengan keluaganya kembali. Tekanan Idiologi, Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya yang luar biasa keras ini membuat tekad warga untuk lepas dari penjajahan dan membentuk pemerintahan sipil dan militer yang berdaulat semakin membara.

Dengan persenjataan yang relatif sederhana dan terkadang merupakan hasil karya mereka sendiri seperti Golok, pedang, Keris dan Bambu runcing serta beberapa dari hasil rampasan perang dari tentara Jepang dan Belanda seperti Granat dan pistol, gerakan kemiliteran itu semakin menemukan bentuk menuju tentara yang terlatih.

Markas awal dari para pemimpin sipil dan Pra militer di Kendal saat itu berada di Gedung Habiproyo yang sekarang merupakan gedung SMA 1 Kendal yang terletak kini di Jalan Sukarno Hatta., sementara untuk kantor BKR sendiri diduga terletak di Gemuh dan Kaliwungu.

Ketika Jepang kalah perang dan hanya sempat menduduki Indonesia seumur jagung, masuklah tentara sekutu yang diboncengi pasukan Belanda ke Daerah Kendal melalui Tanjung Korowelang Kecamatan Cepiring, kembali embrio awal militer didaerah ini mendapat tantangan yang lebih berat, namun dari segi strategi dan taktik perang mereka mengalami kemajuan, dimasa pemerintahan Bupati Sukarmo yang diangkat menggantikan mantan Bupati sebelumnya yaitu Raden Kusumo Husodo melalui rapat Umum di Alun Alun Kendal November 1945, Bupati baru tersebut membentuk sebuah Markas Umum dan berkantor di Kawedanan Kaliwungu, markas itu dipimpin oleh Mochamad Khasan seorang Kepala Jawatan Penerangan Kendal, Markas Umum adalah sebuah badan yang beranggotakan Militer dan Sipil tugasnya adalah sebagai pusat komando taktis dan strategis, dalam menghadapi gangguan keamanan baik dari luar yaitu penjajah yang mencoba berkuasa kembali maupun dari kejahatan yang terjadi ditengah masyarakat. Seiring waktu Markas Umum dibubarkan dan dibentuk Dewan Perjuangan Kendal sebagai badan koordinasi dari sejumlah kelaskaran dan satuan pasukan yang ada di garis depan peperangan setelah proklamasi kemerdekaan.

Dewan Perjuangan Kendal bisa disebut pelopor dalam memperkenalkan strategi militer karena menegaskan adanya pembagian tugas dari sebuah pusat komando keamanan yang dilengkapi dengan fasilitas dapur umum, tugas utama pusat komando itu adalah untuk memberikan perintah dan koordinasi kepada pasukan mulai dari tingkat terbawah hingga pucuk pimpinan kepada satuan yang ada di garis depan pertempuran, sementara dapur umum memberikan suplai makanan secara rutin dan teratur kepada pasukan dan pengungsi.

Kesiap siagaan dari masyarakat dan Dewan Perjuangan Kendal saat itu adalah karena ketika tentara sekutu di Kota Semarang menjalankan misinya melucuti tentara Jepang , Sekutu dan Belanda sering patroli hingga desa Jrakah yaitu perbatasan Kendal dan Semarang, guna menjaga segala kemungkinan, badan kelaskaran yang terdiri dari laskar Buruh, Pesindo, Hisbullah, dan Laskar Rakyat bersama BKR Kendal meningkatkan koordinasinya ,walaupun hanya dengan persenjataan sederhana seperti Bambu runcing, Klewang, Tombak dan senjata rampasan dari Jepang dan Belanda, patriot bangsa itu tetap berjuang dengan penuh semangat, sebagai pemimpin atau Komandan tempur dari aliansi Laskar pejuang serta BKR/TKR di Kendal adalah S.Sudiarto mantan Sodanco tentara PETA yang merupakan putra Kaliwungu. untuk markas dari para pejuang itu bertempat di Rumah Bapak Kyai Hisyam di desa Karanganyar.

Pasukan yang dipimpin oleh S.Sudiarto ini menjadi legenda karena pernah masuk menyerang lapangan udara Kalibanteng dan menghancurkan empat buah pesawat Sekutu terdiri dari sebuah pesawat bomber B-25 , dan tiga buah pesawat tempur jenis Mustang. Pasukan S.Sudiarto ini juga tercatat dalam sejarah sebagai pasukan yang memutus pasokan air bagi tentara Belanda yang ada di semarang dengan cara meenghancurkan instalasi aliran air di Sumber air “Tuk Mudal” di desa Sumur Jurang dan sumber air “ Kedung Kopyah”didesa Kintelan, sehingga memicu penyerbuan dari pasukan Gurkha Inggris, Belanda dan Jepang mengepung tempat tersebut dalam upayanya merebut sumber air, dalam pertempuran tersebut, Pasukan S.Sudiarto mengalami kemenangan dengan hanya satu orang pejuang kita yang gugur sementara dari pihak lawan 150 orang tewas.senjata musuh yang mampu dirampas oleh para pejuang sejumlah 126 senapan, diantaranya terdapat 6 pucuk L.E, 4 Pucuk Bren, 6 buah Mortir 8 inchi, 8 pucuk Skip Bekker, dan senjata ringan seperti Pistol dan Langser. Karena keberhasilan yang dianggap istimewa untuk ukuran saat itu, pasukan S.Sudiarto mendapatkan hadiah dari Komandan Sektor Medan Selatan /Batalyon Raden Panji berupa 40 Potong kain sarung.

Ketika Dewan Perjuangan Kendal dianggap sudah saatnya disesuaikan maka kemudian dewan itu dibubarkan dan diganti menjadi Inspektorat Biro Perjuangan, dari Inspektorat inilah kemudian nantinya timbul TNI kemasyarakatan.

Timbulnya TNI Kemasyarakatan ini adalah bermula dari ditanda tanganinya Persetujuan Linggarjati pada Tanggal 25 Maret 1947, persetujuan tersebut ditanda tangani dibawah pengawasan Komisi Tiga Negara (KTN) isi persetujuan antara lain adalah

1. Mengadakan gencatan senjata

2. Ditetapkan adanya garis Demarkasi

Kesempatan itu oleh pihak Republik Indonesia dipergunakan untuk mengadakan konsolidasi secara menyeluruh hingga tingkat Kabupaten dalam tubuh pemerintahan, mengorganisir badan Kelaskaran, dan para kelompok pejuang kedalam Inspektorat Biro Perjuangan, antara lain menghasilkan keputusan Tentara Republik Indonesia (TRI) disempurnakan menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia) sebagai organisasi tentara resmi, dimana diadakan seleksi bagi anggota Laskar atau pejuang yang memenuhi syarat bisa diterima sebagai anggota TNI ,sementara

Bagi yang tidak memenuhi syarat dimasukkan dalam badan TNI Masyarakat, TNI Masyarakat ini mendapat tugas di garis belakang turut serta berjuang dibelakang TNI resmi, daerah Kabupaten Kendal disebut TNI masyarakat Daerah XXXI dibawah pimpinan Kapten Sukarman.

C.Persatuan dan kesatuan antara Rakyat dengan TNI

Embrio awal kemiliteran nasional di Kendal dalam sejarahnya tercatat mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat baik itu pemuda, Ulama dan Kyai,hingga perangkat pemerintahan desa dan masyarakat sekitar.beberapa tokoh masyarakat yang menjadi legenda karena turut berjuang bersama TNI diantaranya adalah:

1. Lurah Ngaliyan

Ketika Tentara Belanda ingin kembali menancapkan kuku kolonialismenya, Desa Ngalian yang dulu merupakan wilayah Kabupaten Kendal dan lokasinya berbatasan dengan Semarang sebagai Ibukota Provinsi, desa tersebut merupakan basis perjuangan putra bangsa, saat itu Kepala Desa atau Lurah desa Ngaliyan, Raden.Notokusumo, menyediakan rumahnya untuk dijadikan markas perjuangan di Sektor Madukoro dibawah komando pimpinan Batalyon TNI Brotosiswoyo dari Purwokerto yang berbasis di daerah itu, Pak Lurah sendiri didaulat sebagai komandan kelaskaran , selain mengatur pertahanan di desanya, Lurah serta perangkat desa rupanya juga ikut serta dalam penyerangan ke daerah musuh bersama dengan TNI , sehingga saat Batalyon Madukoro diganti dengan Batalyon Salamun dari Magelang, Markas mereka di Ngaliyan terutama di Pos Klampisan dihujani mortir dan tembakan Kanon oleh Belanda akibatnya seorang sarekat desa bernama Pak Karli dan istrinya tewas bersama dengan terbakar musnahnya desa Klampisan.

2.Kyai Akhmad dari Pondok Dondong

Pondok Mangkang wetan yang termashur dengan pondok Dondong semasa pendudukan Belanda , oleh pejuang kita selain sebagai markas Lasykar Hisbullah juga dijadikan markas pasukan yang tergabung dalam TNI dibawah Komando Iskandar Idris.

Pondok itu merupakan pondok pesantren yang mengajarkan tentang ilmu Agama Islam dengan KH. Akhmad sebagai pemimpin pondok, konon Belanda mengincar tempat ini karena mereka mencurigai selain sebagai tempat belajar agama, pondok ini juga sebagai pusat perlawanan rakyat dan markas pertahanan, hingga suatu ketika pondok pesantren itu diserang secara membabi buta oleh Belanda sehingga menewaskan lima warganya, penyerangan itu meluas hingga dukuh Ngebum desa Mororejo.

D.Batalyon TNI luar daerah membantu Kendal

Selain taktik dan strategi militer yang berkembang dimasa tersebut, perkembangan militer di daerah Kendal juga diwarnai oleh masuknya berbagai Batalyon tempur TNI dari luar daerah bekerjasama dengan satuan TNI , Kelaskaran dan pejuang di wilayah Kendal ,Hadirnya bantuan dari kesatuan dan Batalyon luar daerah di Kendal adalah ketika dimasa sekitar pasca masuknya sekutu di Semarang saat Jepang kalah perang, dimana pasukan S.Sudiarto terlibat pertempuran dengan pasukan sekutu dan Belanda di Gunung Anguk Anguk/Canguk yang terletak di sekitar wilayah Mijen dimana pasukan TNI Kendal mendapatkan bantuan dari kesatuan Wonosobo dibawah pimpinan Kapten Utoyo yang bertahan diwilayah Ngalian, sementara bantuan lain datang dari Kompi Sugiyono Jogjakarta dengan persenjataan berat seperti mortir, Tank Box, Meriam Kodok dan senjata kaliber 12,7 yang mereka bawa dari Karanganyar sehingga pasukan penjajah dapat dipukul mundur kembali ke markas mereka di Semarang. Efek positif dari datangnya bantuan tentara dari luar daerah itu selain kekuatan pasukan pasukan bertambah kuat, pengetahuan pasukan dan pejuang Kendal juga mengalami peningkatan mengenai taktik tempur dan penggunaaan persenjataan.

E.Penyerbuan Belanda Ke Kendal

Selepas Perjanjian Linggarjati ditanda tangani pada Tanggal 25 Maret 1947, secara umum Perdana Menteri Syahrir dan rakyat Indonesia menerima perjanjian tersebut, tapi pada tanggal 27 Mei tahun yang sama Belanda mengajukan nota yang bersifat Ultimatif yang sengaja dibuat agar Indonesia tidak dapat menerima usulan Belanda, pada intinya untuk membentuk pemerintahan dan pasukan bersama atau “ Gendarmarie”, baik syahrir atau penggantinya, PM Amir Syarifudin menolak usul tersebut, Tanggal 15 Juli 1947 Belanda kembali mengirim nota serupa dan Indonesia harus menjawabnya dalam 32 Jam, PM Amir Syarifudin menjawab nota itu melalui Radio Republik Indonesia(RRI) tapi Van Mook menganggap jawaban itu jauh dari memuaskan, kemudian pemerintah Belanda memberi kuasa kepada PM Van Mook pada 20 Juli 1947 agar mengambil tindakan “seperlunya” terhadap Indonesia.

Dengan kekuatan sekitar 125.000 orang , Belanda menyerbu ke wilayah Indonesia, pasukan mereka terdiri dari 110.000 KL (Koninklijke Leger), 12.000 KM ( Koninklijke Marinier), dan sisanya adalah pasukan KNIL (Koninklijke Nederlands Indische Leger), pasukan ini terbagi dalam 3 Kelompok dan 19 Batalyon.

Komando tertinggi Belanda pada agresi ini adalah Letnan Jenderal Simon H. Spoor, pihak Belanda sendiri tidak menganggap serangannya ke wilayah Indonesia sebagai agresi militer tapi hanya sebatas aksi polisionil pada sasaran yang sifatnya ekonomis sehingga mereka menamakan operasinya dengan nama “Operasi Produk”, dari beberapa divisi dan brigade Belanda yang disebar ke seluruh wilayah Nusantara, untuk merebut Jawa Belanda menempatkan Divisi A. Dibawah pimpinan Mayor Jenderal M.R. De Bruyne. Sementara Semarang berada dibawah pengawasan Brigade T ( Tijger, dalam bahasa Indonesia artinya Harimau-red) pimpinan Kolonel Johann Van Langen.

Pihak Republik Indonesia tentu tidak tinggal diam menghadapi tantangan Belanda ini, Panglima Besar Jenderal Sudirman dan Kepala Staf Jenderal Oerip Sumohardjo sebagai pimpinan TNI dimana Istilah TNI ini resmi sejak tanggal 5 Mei 1947 mempersiapkan perang gerilya.

Jawa Tengah sebagai Jantung pulau Jawa dipertahankan oleh 3 Divisi yaitu Divisi II Gunung jati dipimpin Mayjend Gatot Soebroto dengan wilayahnya yaitu Cirebon, Tegal dan Banyumas, Divisi III dipimpin Mayjend Raden Susalit berwilayah di Pekalongan, Kedu, Yogyakarta, Pemalang dan Kendal serta Divisi IV Panembahan Senopati dipimpin Mayjend Sutarto bertugas mengawal Semarang, Solo dan Pacitan.

Uniknya sejarah pemerintahan Sipil Kendal ternyata seiring dengan Sejarah Kemiliteran di daerah ini, ketika Belanda menduduki pusat pemerintahan sipil Kendal, sang Bupati yaitu Sukarmo tercatat dalam berbagai buku sejarah turut serta maju ke garis depan pertempuran bersama TNI sementara roda pemerintahan dipegang oleh Patih nya yaitu Kartowikromo.

.Rute Pendudukan Belanda atas wilayah Kendal

1.Belanda Menduduki kaliwungu .

Hari Senin Legi tanggal 28 Juli 1947 Belanda mengadakan Aksi militernya secara besar besaran ke arah Kabupaten Kendal , tembakan senjata berat dari arah darat, laut dan udara melalui pesawat pembom yang terbang sangat rendah, aksi itu sudah diprediksi oleh para pemimpin milier dan sipil kabupaten Kendal, didaerah strategis seperti Kaliwungu, Brangsong dan desa desa lain yang kemungkinan dilalui pasukan Belanda telah dipasang perintang jalan dan berbagai upaya untuk menghalangi langkah pasukan Belanda. TNI dan para pejuang mengosongkan Kaliwungu dengan sebelumnya membakar beberapa gedung vital seperti gedumg Kawedanan, Kaliwungu menjadi kosong karena penduduknya dievakuasi oleh TNI ke sepanjang sungai Blorong.tanggal 29 Juli 1947 Kaliwungu jatuh ke tangan Belanda, Belanda kemudian mengangkat Asisten Wedono / Camat bernama Badarussamsi umtuk menjalankan roda pemerintahan , saat itu Belanda mencoba meraih simpati warga lokal dengan cara mendatangkan bahan makanan dan pakaian untuk rakyat, tapi Belanda juga menjadikan Pasar Sore Kaliwungu sebagai tempat menaruh dan memajang berbagai persenjataan dari yang terkecil hingga kaliber besar dengan motif sebagai Show Of Force atau unjuk kekuatan terhadap para pejuang .

2.Belanda Menduduki Boja

Para Pejuang sudah memprediksi bahwa Belanda akan bergerak ke arah barat menuju Kabupaten, mereka melakukan langkah berani dengan meledakkan jembatan Cangkring Brangsong untuk memutus gerak penjajah tapi jembatan itu hanya miring saat terkena ledakan namun demikian sudah tak dapat dilalui oleh kendaraan.

Tanggal 29 Juli 1947 Belanda tidak langsung menyerang Kabupaten Kendal namun melambung kearah Boja dimana pasukan pasukan pejuang dari Ngaliyan dan Mijen bertahan, Belanda menyerang dari dua jurusan yaitu lewat Jrakah dan Gunungpati. Boja jatuh ketangan Belanda pada Tanggal 31 Juli 1947, pasukan pejuang mundur kearah Limbangan.

3.Pemerintahan Kendal pindah ke Weleri

Kota Kaliwungu diduduki Belanda pada tanggal 29 Juli 1947 jam 10.00 , Tentara Penjajah merangsek dengan kendaraan lapis baja dan pasukan infanterinya kearah Kendal dimana pusat pemerintahan kabupaten berada, karena menyadari keadaan sudah tidak memungkinkan maka tanggal 30 Juli 1947 pemerintahan Kendal pindah ke Weleri dibawah pimpinan Patih Kartowikromo beserta beberapa stafnya, sedangkan Bupati Kendal Sukarmo bersama satuan BKR/TKR, laskar dan Pejuang Kendal berada di garis depan medan pertempuran dan ikut berperang membela negaranya.

Sambil bergerak mundur, para pejuang membumi hanguskan beberapa gedung Vital di Sekitar kota dengan tujuan agar gedung gedung itu tidak dipergunakan Belanda menjalankan pemerintahannya di Kabupaten ini.

Beberapa gedung penting yang dibakar oleh para pejuang adalah Gedung Kabupaten, Kantor Kumiyai yang sekarang gedung sasana budaya, Gedung SD Kendal ( Sekarang kator DPUK) , Kepatihan/ sekarang Gedung DPRD, Markas ALRI/ sekarang kantor perhutani, bumi hangus dilakukan juga di Kawedanan Boja dan perkebunan di sekitarnya.

Pasukan Belanda terus mengejar gerakan para pejuang dan pemerintahan Kabupaten Kendal, karena tidak dapat melewati Jembatan Cangkring yang miring karena diledakkan pejuang kita, Belanda melambung melalui Jalur selatan dari Sidoreja, Putat hingga Gemuh, sesampai di Weleri, perlawanan dilakukan oleh warga dan pejuang namun kekuatan Belanda lebih besar , Pasukan kita mundur, Weleri diduduki Belanda.

4.Pemerintahan Sipil dan Militer Kendal di Sukorejo.

Ketika Weleri sudah diduduki Belanda , Pemerintahan Kabupaten Kendal pindah ke Sukorejo dipimpin Patih Kartowikromo sementara Bupati Sukarmo bersama BKR/TKR dan para pejuang masih berada di desa Triharjo Gemuh, melihat keadaan itu para pejuang menyadari bahwa praktis seluruh daerah Kabupaten Kendal dan daerah Kawedanan Boja telah dikuasai musuh, untuk mengontrol daerah kekuasaannya, Belanda bermarkas pusat di Pabrik Gula Cepiring.

Kota Sukorejo selain sebagai tempat berjalannya pemerintahan sipil di kantor Kawedanan juga difungsikan sebagai pusat kedudukan badan kelaskaran, pejuang dan Angkatan Bersenjata kita, di kantor itulah semua elemen mengadakan konsolidasi, koordinasi dan mengatur strategi meneruskan perjuangan. Selain itu kesatuan TNI dari Temanggung, Wonosobo, Magelang, dan Purworejo juga datang membantu.

Pos pertahanan pasukan Kendal garis depan ada di daerah Pageruyung, sementara Batalyon 60 dibawah pimpinan Mayoor Salamun telah menyusun garis pertahanan baru yang terbagi di Dadapayam, Pageruyung, Surokontowetan, Surokonto Kulon, Kebon Gembong, Sukomangli dan sekitarnya. Karena kuatnya pos-pos tersebut, Belanda kesulitan menerobos masuk lewat darat.

5.Sukorejo diserang dari Udara

Pada peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia yang kedua tepatnya Tanggal 17 Agustus 1947, segenap penduduk mengibarkan bendera merah putih di sepanjang jalan di Sukorejo sebagai pusat pemerintahan sipil dan militer kita, namun berhubung keadaan tidak memungkinkan karena sejak pagi Tentara Belanda telah mulai menyerang dengan serangan udara, beberapa Bom kaliber 12,7 dan tembakan senjata otomatis dimuntahkan dari pesawat tempur mereka, markas markas pertahanan pemuda dan pejuang seperti di dukuh Sumber desa Bumen jadi sasaran tembak Belanda, serangan itu tidak menimbulkan korban jiwa hanya beberapa rumah yang rusak, mengetahui Kantor Kawedanan diincar oleh musuh maka Kantor pemerintahan Kabupaten Kendal terpaksa dipindahkan ke Dukuh Tlangu desa Sukorejo tepatnya di rumah Pak Sumo.

6.Sukorejo Dapat direbut Belanda Pemerintahan Pindah Ke Kenjuran

Setelah desa Sukomangli sebagai daerah penyangga Sukorejo dikuasai musuh, dimana desa itu juga berfungsi sebagai pos pertahanan republik Indonesia yang ada di sekitar desa Pucak wangi digempur melalui udara dimana Belanda mengerahkan pesawat pengintai, pesawat pemburu dan senjata beratnya maka akhirnya dengan pertimbangan strategi dan pertahanan serta menghindari jatuhnya korban warga sipil maka pagi hari Jumat Kliwon tanggal 5 September 1947 kota Sukorejo dikosongkan , sebagian penduduk mengungsi keluar kota

Pemerintahan Sipil dan militer Kendal pindah ke Dukuh Kenjuran desa Purwosari Kecamatan Sukorejo, di Kaki Gunung Perahu, setelah Belanda menyerbu dengan tembakan ratusan Mortir dan ribuan peluru dari Darat dan Udara maka akhirnya Belanda dapat masuk Kota serta menduduki Kawedanan Sukorejo dan menjadikan gedung itu sebagai markasnya.

7.Pemerintahan Kendal dalam Pengungsian

Rupanya Belanda tidak main main dalam memburu pemerintahan Sipil dan Militer Kendal yang dianggap sebagai rival berat bagi upaya mereka menancapkan kuku penjajahannya kembali, mereka merasa Kendal adalah daerah strategis karena merupakan alur utama dibidang transportasi dimana Jalan raya Utama yang saat itu bernama Jalur Daendels menrupakan penghubung antara Provinsi Jawa Tengah dengan Jawa Barat dan Jawa Timur di Jalur Pantai Utara Jawa.

Karena itu kedudukan pemerintahan Kendal di Kenjuran mendapat serangan gencar dari Belanda, untuk kesekian kalinya pemerintahan Kendal harus pindah lagi ke Desa Banaran Kabupaten Temanggungdan selanjutnya Bupati Kendal Sukarmo yang masih terus berperang di garis depan menginstruksikan agar pemerintahan Kendal yang dibagi tugaskan kepada Patih Kartowikromo dipindahkan lagi di Kota Temanggung dan menumpang pada sebagian kantor Kejaksaan Negeri Temanggung.

8. Pejuang Indonesia Membentuk berbagai Unit Pasukan Swadaya

Walaupun pemerintahan sipil dan militernya terus berpindah, tapi perjuangan gerilya para pejuang tidak berhenti, TNI dibantu laskar pejuang dan rakyat tidak melakukan perang frontal karena situasi tidak menguntungkan.

Di saat genting itulah tibul ide dikalangan para pemimpin tentara dan sipil kita didukung oleh masyarakat untuk membentuk berbagai satuan pasukan guna mengkoordinasikan kekuatandan mengatur serangan agar lebih rapi dan efektif, diantara satuan pasukan tersebut adalah:

8.1 Pasukan Kyai Mbiru

Pasukan ini adalah bentukan dari Bupati Kendal Sukarmo yang saat itu aktif bersama tentara kita berperang melawan penjajah langsung di garis depan memanggul senjata, pendanaan dari pasukan Kyai Mbiru ini berasal dari swadaya pemerintahan sipil dan militer Kendal, nama Kyai Mbiru sendiri berasal dari Legenda Putra Bupati Kendal bernama Den Baguse Menot yang ditinggal wafat ayahnya ketika dia masih belum dewasa, karena berselisih dengan sang paman maka putra bupati itu pergi kearah utara ke desa Mbiru, sampai dipinggir sungai tubuhnya menghilang atau “Mukso”, oleh penduduk setempat Den Baguse Menot diberi sebutan Kyai Mbiru. Sebelum berperang, pasukan ini mendapatkan pelatihan dan gemblengan mengenai taktik dan strategi perang gerilya dari Mayoor Suwarto dari TNI di desa Lempuyangan Kecamatan Candiroto Temanggung, Pasukan ini bermarkas di dukuh Kenteng Desa Purwosari Kecamatan Sukorejo, organisasi Pasukan Kyai Mbiru boleh dibilang cukup canggih untuk ukuran saat itu, pasukan tersebut terbagi dalam tiga grup yaitu Grup A. yang tugasnya mengadakan hubungan ke daerah pendudukan Belanda, mengumpulkan informasi untk keperluan militer dan pemerintahan sipil kita, ditambah tugas khusus menciptakan kekacauan di daerah lawan , komandan grup ini adalah Sumarjono. Yang kedua adalah Grup B merupakan pasukan pemukul yang bertugas menyerang langsung ke daerah lawan (Stoet Troep) beranggotakan para pemuda dan pelajar dibawah pimpinan Abimanyu dan Sadiman.grup ini terbagi dalam dua seksi yaitu Seksi 77 dan seksi 99, wilayah tugas pasukan ini bermarkas di Kedu Utara Sektor I sub Sektor I, dengan daerah pertahanan meliputi Tretep sampai Plantungan, bekerjasama dengan pasukan lain seperti Batalyon 60 Resimen 19 yang dipimpin Mayoor Salamun, Pasukan Menang dibawah komando Mayoor Suwarto dan Pasukan tentara Pelajar yang dipimpin Warsini.kemudian yang terakhir adalah Grup BB dibawah komando para pemimpin pasukan yang terlatih berperang gerilya dan perang konvensional seperti Asmogimun, Sarpani dan K. Harsoyo, anggota pasukan ini adalah merupakan gabungan dari para pejuang yang dulu pernah menjalani tugas bertempur melawan Belanda dan Jepang, grup ini diperkuat oleh lima orang Jepang yang membantu perjuangan kita di Kendal, nama asli mereka tidak diketahui namun menurut beberapa sumber mereka mempunyai nama Jawa yaitu Cokro, Seno, Suro, Kardi dan Harun.

Ketiga grup pasukan itu berada langsung dibawah perintah Bupati Kendal Sukarmo yang juga punya markas di Desa Manggong Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung sebagai markas kedua jika markas mereka yang ada di Sukorejo Kendal tidak memungkinkan untuk dilakukan koordinasi.

8.2.Pasukan Kyai Gembyang

Pasukan ini adalah bentukan dari seorang pejuang bernama Sumron Sudibyo dari Kota Kendal, Sumron juga memimpin sendiri pasukan tersebut, tugas pasukan Kyai Gembyang adalah mengumpulkan informasi tentang situasi dan pergerakan pasukan musuh di kota Kendal, disamping sebagai penghubung antara keluarga yang ada di daerah pendudukan musuh dan yang berada diwilayah pejuang Kendal, nama Kyai Gembyang sendiri diambil dari seorang Ulama yang merupakan penasehat Bupati Kendal jaman Mataram dulu.

8.3 Pasukan Kemangi

Nama Kemangi diambil dari sebuah tempat keramat di desa Jungsemi kecamatan Cepiring , yang saat ini merupakan wilayah dari Kecamatan Kangkung, konon menurut mitos yang dipercaya oleh sebagian penduduk wilayah itu,di tempat merupakan kediaman Kyai Rajegwesi atau kyai Kemangi yang menurut legenda bertempat tinggal berdekatan dengan sebuah kerajaan makhluk gaib di desa bernama Kemangi yang disekelilingnya dilingkari oleh akar sebuah pohon dikenal dengan sebutan “Oyot Nimang” bentuknya seperti akar yang berfungsi menyesatkan siapapun yang berniat jahat merusak desa tersebut.

Pasukan ini bertugas bergerak dan menyusup kedaerah sekitar Pabrik Gula Kecamatan Cepiring yang merupakan pusat komando tentara Belanda di Kendal ,komandan Pasukan Kemangi ini adalah Sujahri Diposugondo, karena gerakannya terdeteksi oleh Belanda dan kemudian pemimpinnya ditangkap serta dipenjara di Nusakambangan, maka gerakan pasukan ini tercerai berai dan dibubarkan oleh Belanda.

G.Persetujuan Renville dan Penerapannya di Kendal

Perjanjian renville di Tahun 1947 yang diantaranya menghasilkan keputusan adanya gencatan senjata di kedua belah pihak dan adanya garis demarkasi yang membatasi daerah pendudukan Belanda dan wilayah Republik Indonesia yang disebut garis Demarkasi atau Garis Status Quo. Implikasi atau penerapannya menyeluruh dari pusat hingga Kabupaten Kendal.

Sebagai bukti telah diadakannya perjanjian itu maka antar kedua belah pihak di Kendal menyelenggarakan sebuah upacara pelaksanaan persetujuan dimana Angkatan Perang RI diwakili oleh Letkol Sarbini sebagai Ketua, Letkol Sukandar sebagai anggota, Mayor Seno dan Mayor Akhmad Yani sebagai anggota, sementara dari pemerintahan sipil Kendal diwakili oleh Bupati Kendal Sumarmo dan Patih Temanggung.

Sebagi tempat perundingan adalah di Kota Sukorejo, konsekuensinya kedua pihak harus menahan diri untuk tidak saling menyerang dan pasukan Kyai Mbiru harus bergabung dengan induk pasukannya dan diadakan regrouping artinya anggota pasukan yang berasal dari pelajar kembali ke pelajar, guru kembali jadi guru dan seterusnya, bagi pasukan yang belum tersalurkan pekerjaannya mereka diusahakan masuk kelapangan kerja yang disukainya seperti di Kesatuan Tentara, Polisi Militer, Polisi Keamanan, dan pedagang.

Namun persetujuan Renville itu tidak berlangsung lama efektivitasnya, Belanda melanggar persetujuan itu dengan alasan Republik Indonesia sudah tidak eksis lagi, tanggal 19 Desember 1948 Belanda menyerang Republik Indonesia untuk yang kedua kalinya, sebuah pelanggaran atas perjanjian internasional yang diawasi oleh mata dunia.

H..Temanggung Jatuh Ke tangan Belanda

Dalam agresi militernya yang kedua ini Belanda mampu menduduki Temanggung yang merupakan pusat pemerintahan sipil Kendal dalam pengungsian pada tanggal 22 Desember 1948 , para pejuang yang tidak ingin arsip penting mereka direbut musuh melakukan aksi bumi hangus,perjalanan menyusup kembali ke daerah Kendal melewati medan yang berat, yaitu lewat lereng Gunung Sumbing ke Gunung Sindoro kemudian ke Gunung Perahu, sementara yang ada di sebelah timur Temanggung merayap melalui gunung Ungaran. Setelah dirasa agak memungkinkan maka pemerintahan Sipil Kendal akhirnya menetapkan dusun Kenjuran desa Purwosari Kecamatan Sukorejo sebagai pusat sementara pemerintahannya.

I.Pemerintahan Militer Kendal direorganisasi

Untuk lebih meningkatkan intensitas srangan gerilyanya, tentara kita membentuk kembali/reorganisasi pemerintahan militernya dibawah pimpinan Kapten Sudarmadi, untuk mengelabui Belanda maka antara pemerintahan sipil dan militer Kendal mengadakan kerjasama, untuk pemerintahan sipil kedudukan staf dan pimpinan sengaja dipisahkan, Staf pemerintahan sipil tetap di Kenjuran namun untuk pimpinannya berada di dukuh Dempel desa Plosogaden Kecamatan Candiroto Temanggung bersama dengan Komandan K.D.M.( Komando Distrik Militer) Kendal, Kapten Sudarmadi.

Berdasarkan Konferensi Kemiriombo, maka tenaga aparatur pemerintahan Kendal diwajibkan mendekati daerah dimana mereka ditetapkan bertugas,

Sementara Mayoor Panuju dari kesatuan Kuda Putih, bagian dari Brigade 9 Magelang yang merupakan kelompok dari Staf Y dipimpin oleh Kepala Staf Mayoor Ismullah, yang diantara daerah operasinya adalah di wilayah Kabupaten Kendal juga membagi daerah tugas operasinya yaitu, Kapten Bagyo untuk daerah Kendal dan Weleri, Kapten Sugondo untuk Kawedanan Kaliwungu dan Boja, Kapten Ciptono untuk Kawedanan Sukorejo.

J.Konverensi Meja Bundar, Awal Kemenangan rakyat Kendal.

Konverensi Meja Bundar yang dibuka tanggal 8 Agustus 1949 bertempat di Den Haag Belanda mempertemukan delegasi dua negara yang bertikai yaitu Republik Indonesia dan Belanda serta UNCI ( United Nation Comission in Indonesia) sebagai perantara, menghasilkan keputusan penting yaitu pertama Pemerintah Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia selambatnya akhir tahun 1949 , kedua, Indonesia menjadi Negara Serikat/Federasi dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS), yang ketiga, Tentara Belanda /KNIL ditarik mundur, dan yang terakhir, Seluruh bekas daerah Hindia Belanda diserahkan kepada RIS kecuali Irian Barat yang statusnya akan dirundingkan kemudian.

Rupanya adanya perjanjian itu dicermati benar oleh para pejuang kita, mereka segera mempersiapkan diri, perlahan mereka bergerak menuju kota. Pasukan Belanda berangsur ditarik mundur ke markas induknya untuk meninggalkan Kabupaten Kendal, para pejuang yang dipenjara dibebaskan.

Para pejuang merayakan perjanjian tersebut sekaligusmemperingati hari kemerdekaan Indonesia di berbagai tempat, diantaranya di rumah Bekel/perangkat desa Telogowungu desa Muncar Kecamatan Jumo yang menggelar Wayang Kulit dengan lakon “Minak Jinggo Balen”pada malam jelang 17 Agustus 1949, Tepat pukul 00.00 malam tersebut diadakan renungan suci dengan Inspektur Upacara Mayoor Panuju dari Kesatuan Kuda Putih. Pagi harinya Upacara ditiadakan mengingat situasi keamanan dipandang belum memungkinkan.

K. Desa Sojomerto Sebagai Pusat Pemerintahan Militer

Pemerintahan sipil maupun militer Kendal dipersiapkan untuk segera memasuki kota, untuk tempat persiapan tersebut dipilih lokasi di rumah seorang lurah desa Sojomerto Kecamatan Gemuh bernama Kusen.

Karena dianggap pejabat Bupati Kendal kosong maka pemerintah pusat mengangkat Bupati baru bernama Raden Prayitno Partodijoyo mantan patih Pekalongan.

Bupati baru menginstruksikan kepada Patih Kartowikromo agar pemerintah RI Kendal segera mendekati kota.

Tanggal 15 Desember 1949 Pemerintahan sipil dan Militer kendal telah memasuki beberapa kota vital, namun saat itu terjadi “Dobbel Bestuur” atau Dualisme pemerintahan dimana ada dua pemerintahan yaitu pemerintahan Belanda dan Republik Indonesia.

L. Pemerintahan RIS Kabupaten Kendal

Tanggal 29 Desember 1949 Residen Semarang, Raden Milono menyaksikan serah terima dari Recomba/Pemerintahan Belanda kepada Para Pejabat Republik Indonesia Serikat/RIS Kabupaten Kendal,secara bertahap kawedanan demi kawedanan sehingga lengkap seluruh daerah berada dalam kekuasaan Indonesia.

Pada waktu terjadi penyerahan kekuasaan, yang ditunjuk menerima kekuasaan adalah dari pemerintahan Recomba kepada RIS adalah perwira dari kesatuan Kuda Putih Letnan Samsuharto, kemudian Letnan Jabadun menerima penyerahan pemerintahan didaerah Kendal kota, Kapten Bagiyo menerima penyerahan di Boja, Letnan Surowo menerima penyerahan di Weleri, serta Letnan Satu Ciptono menerima pemerintahan di Plantungan.

Tamat sudah kekuasaan Belanda yang sekian lama menduduki Kendal, pergantian kekuasaan ini berlangsung damai.

M. Dinamika Kemiliteran Kendal Pasca Kemerdekaan

Pemerintahan Kabupaten Kendal yang dipimpin Bupati Raden Prayitno Partodijoyo segera melakukan konsolidasi, seluruh aparatur mulai dari Wedono sampai Lurah segera menjalankan tugasnya, demikian juga dengan pemerintahan militernya, Kapten Sudarmaji yang ditunjuk menjadi Komandan Distrik Militer/K.D.M, sejak tahun 1948 telah diganti oleh Kapten Suwandi pada pertengahan tahun 1949, Pada tanggal 25 Desember 1949 S.T.M. ( Sub Teritorial Militer) Karesidenan Semarang Pati dipimpin oleh Dr. Azis Saleh menempatkan Kapten Sumarso sebagai komandan K.D.M , di masa itu untuk melaksanakan pemerintahan militer di tiap kecamatan dibentuk PMKT singkatan dari Pemerintahan Militer KeTjamatan, saat itu PMKT dibentuk 12 Kecamatan dengan beranggotakan 2 atau 3 orang, sedangkan 5 Kawedanan beranggotan 2 sampai 4 orang dan unsur staf terdiri dari sekretaris yang dijabat oleh Letda Sudibyo dan perlengkapan dijabat oleh Sersan Edy Widjaya. namun tak lama kemudian sekitar tahun 1950 sebutan KDM berubah menjadi PDM ( Perwira Distrik Militer}, sementara PMKT berubah menjadi PTKT yaitu Pemerintahan Teritorial KeTjamatan. Beberapa tahun kemudian Seiring perjalanan sejarahnya PDM sempat berganti menjadi PODM ( Perwira Oender District Militer) sementara PMKT diubah menjadi BODM ( Bintara Oender District Militer), perkembangan jaman membuat istilah yang berbau Belanda menjadi diras kurang mengandung nilai nasionalisme, nama PODM berubah menjadi Puterpra ( Perwira Urusan Teritorial Perlawanan Rakyat} dan BODM menjadi Buterpra ( Bintara Urusan Teritorial Perlawanan Rakyat}, Seluruh elemen dirasakan cukup mantap dan stabil walaupun awalnya ada sebutan “Ko” bagi yang pernah mengabdi pada Belanda dan “Non” bagi yang tidak bergabung dengan Belanda namun berangsur sebutan itu hilang dan semua satu barisan dalam mengabdi pada Indonesia.stabilitas pertahanan dan keamanan membuat organisasi kemiliteran di Indonesia berkembang pesat, mengikuti laju perkembangan itu akhirnya sebutan Puterpra diganti menjadi Komando Distirk Militer (Kodim) dan Buterpra berubah menjadi Komando Rayon Militer (Koramil) , Tepatnya ditahun 1961 Korem Semarang Pati yang mempunyai daerah kekuasaan Karesidenan Semarang dan Pati berkedudukan di Salatiga dengan kode Nomer 73 yang membawahi 9 Kodim termasuk Kodim Kendal dengan kode Nomer 0715 berkedudukan di Kendal.

2. Pemrakarsa terbentuknya Kodim 0715/Kendal.

Terbentuknya Kodim 0715/Kendal mengalir seiring perkembangan jaman , Jiwa dan semangat Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia Tanggal 17 Agustus 1945 merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan.

Pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada tanggal 22 Agustus 1945 yang merupakan bagian dari Badan lian yaitu Badan Penolong Korban Perang (BPKP) di tingkat nasional segera pula menjadi dasar terbentuknya BKR di berbagai Provinsi dan Kabupaten termasuk Kendal, dalam perkembangannya BKR ditingkatkan menjadi Tentara Keamanan rakyat (TKR) pada tanggal 5 Oktober 1945, sementara pembentukan TKR sedang berjalan dibeberapa wilayah, perang antara tentara Jepang melawan segenap elemen pejuang nusantara yang ingin merebut senjata dari Dai Nippon terus berjalan, pada tanggal 25 Januari 1946 TKR disempurnakan menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) , selang beberapa waktu, tepatnya tanggal 3 Juni 1947 TRI diubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) .

Dengan diresmikannya TNI maka semua laskar perjuangan dilebur menjadi satu dan masuk kedalam TNI, sementara untuk daerah Kendal termasuk dalam Divisi III Pangeran Diponegoro yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Raden Susalit yang wilayah tugasnya meliputi Pekalongan, Kedu, Yogyakarta, Pemalang dan Kendal.

Pada Tanggal 25 Desember 1949 , S.T.M ( Sub Territirial Militer) Karesidenan Semarang Pati yang dipimpin Letkol Dr Azis Saleh menempatkan Kapten Soenarso sebagai Komandan K.D.M. Kendal yang pertama, P.M.K.T. ( Pemerintahan Militer KeTjamatan) yang sekarang menjadi Koramil telah dibentuk di tiap kecamatan dengan jumlah anggota yang sangat terbatas waktu itu.

Dalam kurun waktu tahun 1949 di Kendal masih ada dualisme pemerintahan antara Belanda dan Indonesia, setelah itu K.D.M menjelma menjadi P.D.M dan P.M.K.T menjadi P.T.K.T ( Pemerintahan Teritorial KeTjamatan)melihat situasi yang tidak menentu pada masa itu, maka perwira P.D.M Lettu Santoso memerintahkan anak buahnya untuk membuat kantor sendiri di tempat Kodim yang sekarang ini, apel kerja baru diadakan mulai tahun 1952, pada saat itu perlengkapan kemiliteran belum lengkap sperti saat ini, anggota TNI masih berpakaian preman dan belum bersenjata, tanda pangkat pun masih ditempelkan di lengan pakaian preman, setelah ada pendistribusian uang makan baru para anggota diberi seragam drill kuning dan perlengkapan militernya seperti Kopel, Helm, Risplang dan sangkurnya adalah bekas KNIL.

Tanggal 26 Agustus 1961 telah dihapus organisasi Menif dan Korem Semarang Pekalongan lama dan terbentuklah organisasi Brigif dan Korem baru , adapun Korem Semarang Pati berkedudukan di Salatiga dengan nomer Kode 73 dan membawahi 9 Kodim termasuk Kodim Kendal dengan nomer Kode 0715 berkedudukan di Kendal.

3.Pembentukan

A. Berdasarkan tanggal Skep.

Dalam rangka meningkatkan kemampuan TNI maka berdasarkan Penetapan Presiden 1949 No: 14 tanggal 4 Mei 1948 pemerintah melakukan Rekonstruksi dan Rasionalisasi (RE-RA) dengan sasaran penyusunan personil menjadi pasukan tempur dan pasukan teritorial, dengan adanya RE-Ra itu maka divisi II/Sunan Gunung Jati , Divisi III/Pangeran Diponegoro dan Divisi V/Ronggolawe dilebur mnjadi satu dibawah Pimpinan Kolonel Bambang Sugeng, sedangkan Divisi IV/Panembahan Senopati menjadi Komando Pertempuran Panembahan Senopati dalam perkembangan selanjutnya berdasarkan penetapan Presiden Nomor: 23 Tahun 1948 Divisi Jawa Tengah dibagi menjadi dua Daerah Militer Istimewa (DMI) yaitu DMI II dibawah Gubernur Militer Kolonel Gatot Soebroto dan DMI III dibawah Gubernur Militer Kolonel Bambang Sugeng.

Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertahanan Republik Indonesia nomor : 5/D/AP/49 tanggal 31 Oktober 1949 kedua Divisi itu digabung menjadi satu divisi dengan nama Divisi III dan Kolonel Gatot Soebroto ditetapkan sebagai Panglima. Setelah beakhirnya perang kemerdekaan TNI memasuki masa konsolidasi , dalam masa konsolidasi itu terjadi perubahan organisasi karena wilayah RI disusun menjadi 7 Tentara Teritorium, Daerah Jateng termasuk DI Yogyakarta disusun dalam satu TT, dan selnjutnya sebagai realisasi dari Penetapan Kasad Nomor : 83/KSAD /PNTP/1950 tanggal 20 Juli 1950 menjadi Tentara dan Teritorium IV Jawa Tengah dengan Panglima Kolonel Gatot Soebroto dan berkedudukan di Semarang, dalam rangka memelihara Kesatuan jiwa, Sikap dan Korps berdasarkan Keputusan Panglima TT IV/Jawa Tengah Nomor : 34/B-4/D-III/1950 diresmikan pemakaian Badge Divisi Diponegoro sebagai satu satunya Badge untuk seluruh TNI di Jateng

Seiring pekembangannya kemudian, dengan Dasar Surat Keputusan Panglima Kodam VII Diponegoro Nomor : Kpts-207/8/1961 tanggal 29 Agustus 1961 telah dihapus Organisasi Menif dan Korem Semarang Pekalongan{Lama} dan terbentuklah Organisasi Brigif dan Korem yang baru, adapun Korem Semarang Pati mempunyai daerah kekuasaaan Karesidenan Semarang dan Pati berkedudukan di Salatiga dengan Nomer Kode 73 yang membawahi sembilan Kodim termasuk Kodim Kendal dengan Nomer Kode 0715 berkedudukan di Kendal.

Berselang satu tahun kemudian dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor: KPTS-45/I/1962 tanggal 16-1-1962 yang berlaku surut sejak tanggal 1 September 1961, Resimen Infanteri 14 Menjadi Korem 73 kemudian pada tahun 1966 oleh Pangdam VII Diponegoro dikeluarkan Surat Keputusan No: Kep-4/1/1966 tanggal 29-1-1966 Korem 73 berubah menjadi Korem 073 ( Turunan Surat Kpts.45/1/1962 dan Kep 4/1/1966) untuk Kodim 0715/Kendal menyesuaikan, dalam arti tidak mengalami perubahan nama dan kedudukan.

B. Kondisi Tempat Pembentukan.

Pada masa kekalahan Jepang pada Tentara Sekutu sekitar tanggal 14 Agustus 1945 para pejuang yang tergabung dalam BKR , pemerintahan sipil dn pejuang Kendal menempati Gedung Habiproyo ( Sekarang gedung SMAN I Kendal) sebagai markas perjuangannya, ditengarai BKR juga mempunyai markas di Kaliwungu mengacu pada catatan sejarah yang menyebutkan adanya sejumlah tentara Jepang yang dihukum mati oleh rakyat dan BKR di markasnya di Kaliwungu, diperkirakan lokasinya di sekitar lapangan Brimob.

Setelah Rapat Umum di Alun alun Kendal November 1945 yang mengangkat Bupati baru, yaitu Bupati Sukarmo bekerjasama dengan BKR yang ditingkatkan menjadi Tentara Kemanan Rakyat(TKR) serta para pejuang membuat Markas Umum, yaitu tempat untuk pengkoordinasian taktik dan strategi perang melawan penjajah yang bermarkas di Kawedanan Kaliwungu.

Dimasa penyerbuan Belanda ke Kendal tanggal 2 Agustus 1947 markas tentara kita pindah ke Sukorejo tepatnya di Gedung Kawedanan bergabung dengan pemerintahan sipil, ketika Sukorejo dibombardir Belanda menggunakan artileri berat dan pesawat pembom maka pemerintahan militer dan Sipil mengungsi ke Gedung Kejaksaan Temanggung.

Beberapa waktu aman di Temanggung, kembali Belanda mengejar gerakan tentara kita, Belanda menyerbu dan menduduki Temanggung, kembali TNI dan para pejuang mundur dan mendirikan markas di Plosogaden Kecamatan Candiroto Temanggung dengan Komandan KDM Kapten Sudarmadi sebagai pemimpin, ketika situasi tidak memungkinkan untuk bertahan maka kembali TNI menyingkir dari Candiroto ke Daerah Sojomerto Kecamatan Gemuh sebagai pusat pemerintahan Militer.

Setelah Perjanjian Konverensi Meja Bundar(KMB) efektif dilaksanakan maka pemerintahan militer dan sipil Kendal masuk ke kota kota di wilayah Kendal.

Sekitar tahun 1950 seorang anggota TNI bernama Lettu Sukardjo yang berasal dari Batalyon 2 Pimpinan Mayor Yusmin Singo Manggolo yang sedang transit dalam perjalanannya menuju Bandung untuk menumpas pemberontakan Kartosuwiryo, sempat menancapkan bambu di sebelah Timur kantor Blaandweer/Pemadam kebakaran milik Belanda sebagai tanda bahwa ditempat bambu itu menancap adalah akan didirikan markas Kodim Kendal. Hingga kini tempat bambu itu ditancapkan masih berdiri Gedung Kodim 0715/Kendal.

Tahun 1950 tersebut kantor Kodim Kendal masih menumpang di tanah milik Pak Ali penjual kayu yang terletak di Jalan Pemuda, kini Jalan Sukarno Hatta, dengan fisik bangunan masih berupa rumah papan sederhana dengan Komandan P.D.M .

Lettu Iskandar, Sekitar beberapa tahun kemudian baru perwira P.D.M Lettu Santoso memerintahkan untuk membuat kantor baru dimana Markas Kodim Kendal menempati bangunan di tempat bambu ditancapkan oleh Lettu Sukardjo ,lokasi tanah sendiri merupakan hibah dari Perhutani untuk TNI, menurut penuturan beberapa veteran dan narasumber, bangunan Markas Kodim saat itu berupa Papan kayu dan Bambu, belum disemen atau tembok, kayu yang digunakan untuk banguan itu berupa kayu jati hasil sumbangan dari perhutani Kendal, sementara bambu berasal dari kampung sekitar markas, hubungan antara TNI dengan rakyat sangat erat saat itu sehingga tak jarang warga bekerja bakti membenahi markas Kodim tanpa diminta ataupun dibayar, cukup dengan jajan pasar dan beberapa teko teh maka pembangunan markas sederhana itu berjalan lancar.

Medio tahun 1960, mulai diadakan pengurugan tanah markas Kodim yang masih sering lembab karena merupakan tanah rawa-rawa, bertindak sebagai mandoor pengurugan waktu itu adalah Peltu Sutarno.

Sekitar tahun 70-an, mulai ada peningkatan dimana markas Kodim sudah berupa Batu bata sebagai dinding dan batu sungai sebagai Pondasi,material bangunan sendiri berasal dari Sungai sungai besar sekitar Kendal seperti Sungai Bodri dan Kali Kutho yang merupakan sumber galian Batu dan Pasir, sementara untuk tukang bangunannya diambil dari anggota Kodim sendiri.

Menyesuaikan dengan perkembangan jaman kini bangunan markas Kodim tetap berdiri kokoh di Jalan Sukarno Hatta Kendal.

4.Kondisi awal personel saat pembentukan.

Ketika awal pembentukannya, kondisi personel Kodim Kendal belum seperti layaknya tentara jaman sekarang, saat itu pakaian dan perlengkapan belum ada, anggota TNI masih berpakaian preman seperti rakyat biasa yang membedakan adalah untuk anggota TNI terdapat semacam pangkat yang ditempelkan di lengan, dan belum ada persenjataan setelahg uang makan mulai lancar pendistribusiannya baru anggota TNI diberi perlengkapan seperti Kopel, Helm,Risplang dan Sangkur eks KNIL, jumlah anggota pun terbatas, di setiap PMKT yang sekarang menjadi Koramil hanya dibentuk di 12 Kecamatan dengan beranggotakan setiap PMKT hanya 2 atau 3 orang sementara di 5 Kawedanan hanya beranggotakan 3 sampai 4 orang dan ditambah beberapa unsur staf,

Di era modern ini, struktur organisasi Kodim 0715/.Kendal tetap berpedoman pada garis yang telah ditetapkan oleh Mabes TNI.( Disusun oleh Aryo Widiyanto dan Kapten Inf Harmanto dari berbagai Sumber ) Contact Addres : Aryo Widiyanto Jalan Sriagung no 234 Cepiring Kendal Jateng Indonesia 51352

Tidak ada komentar:

Posting Komentar