Rabu, 02 Maret 2011

Anak “Punk” Kian Meresahkan warga

Lapor ke FKPM gara gara anak terseret wabah “Anak Punk


Ketika tahun 70-an dunia sempat dihebohkan oleh wabah gaya hidup “Hippiest” dimana para pengikutnya menganut gaya hidup berkelompok, berpakaian seadanya dan berkesan tanpa aturan sesuai norma masyarakat pada umumnya.
Kini di Indonesia terutama di pulau Jawa khususnya di kota besar semacam Jakarta, Semarang dan beberapa kota disekitarnya terjangkit wabah yang hampir serupa Hippiest namun kini berkesan lebih ekstrim, jika Hippiest mengusung gaya berkesan damai , wabah yang biasa disebut “Anak Punk” ini mengusung ciri keras dan kumuh dimana simpatisannya yang mayoritas dari kalangan pelajar dan anak dibawah umur berpakaian serba hitam, dekil dan jika didekati akan tercium bau tak sedap yang konon disebabkan mereka jarang mandi.
Anak Punk berasal dari bahasa Inggris Punk yang secara literal bisa berarti :Seorang (muda) yang tak berpengalaman menurut kamus bahasa Inggris karangan John M Echols dan Hassan Shadily terbitan PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta (1994) namun oleh para pengikutnya “Punk “ juga secara bebas ditafsirkan sebagai “Punk Rock” yaitu aliran musik cadas yang tenar di era delapan puluhan yang sering dianalogikan dengan seseorang berpakaian jaket kulit berlengan buntung membawa gitar serta berpotongan rambut ala Mohawk Indian.
Di Kendal sendiri demam anak punk ini sudah merambah hingga pedesaan,sejumlah anak dibawah umur dari berbagai wilayah Kendal disinyalir menjadi pengikut gaya hidup kontra produktif tersebut. Yang sangat memprihatinkan adalah para “Punkers” sebutan bagi pengikut aliran ini sebagian besar adalah anak usia sekolah, mereka dengan tubuh penuh debu tebal sering terlihat mengamen di lampu merah

Beberapa tempat yang sering menjadi ajang aktifitas mereka adalah diantaranya di perempatan Ungup ungup Rowosari, Lampu merah di sebelah kanan Masjid Agung Kendal, pertigaan Sriagung Cepiring dan Alun alun Kendal.
Tindakan preventif dari instansi yang berwenang dalam hal ini Satpol PP dan Dinas Sosial sering dilakukan diantaranya dengan mengadakan razia atau pembinaan bekerjasama dengan kepolisian ataupun Dinas Pendidikan setempat namun nampaknya tak memberi efek jera pada para pelakunya.

Efek yang dirasakan paling berat adalah di pihak orang tua, seperti yang dirasakan oleh Siti ( 43) warga Botomulyo Rt 4/5 Cepiring, gara gara anak perempuannya yang bernama , sebut saja, Bunga (15) terseret pergaulan dengan para Punkers dan meninggalkan rumah selama hampir dua minggu, perempuan itu kemudian mengadu kepada pengurus FKPM Kecamatan yang kemudian mengantar Siti ke Polsek Cepiring untuk melaporkan secara resmi kejadian yang dialaminya.
Saat dimintai keterangan tentang kronologi peristiwanya oleh Kapolsek Cepiring AKP Muslich S.Ag didampingi oleh Kasie Humas Brigadir Supriyanto, Siti menuturkan bahwa awalnya sang anak sebagaimana pelajar lainnya bersekolah dan berinteraksi dengan teman sebayanya namun setelah sekitar dua bulan terakhir ini bergaul dengan para anak Punk yang sering mangkal di Alun Alun Kendal perilaku putrinya berubah menjadi liar, sering membantah pada orang tua dan bahkan pergi dari rumah selama dua minggu demi mengikuti teman temannya.
“ Selama masa dua minggu pergi dari rumah itu anak saya pernah menelepon dan mengabarkan bahwa dia ada di Solo untuk mengikuti acara yang disebut “Sosial anak Punk” yaitu semacam konser musik yang mempertemukan para punkers dari berbagai wilayah, setelah itu katanya dia juga akan “ Mbonek” (Sebutan untuk menggelandang dengan menumpang truk atau mobil –red) ke Jogja, Pekalongan dan daerah lain guna mengikuti acara tersebut” papar Siti.
Wanita berkulit gelap itu juga menuturkan bahwa dirinya merasa khawatir dengan pendidikan dan masa depan anaknya mengingat sepertinya Bunga sudah tak mempedulikan lagi tentang sekolah dan pelajarannya, yang ada dibenak remaja itu hanyalah pergi mengikuti kelompoknya.
Kapolres Kendal AKBP Agus Suryo Nugroho SH mengatakan bahwa fenomena anak Punk memang meresahkan warga dan berimbas pada degradasi moral dan pola pikir para pengikutnya yang mayoritas adalah anak dibawah umur karena mereka meninggalkan pendidikan untuk hidup menggelandang di jalanan, “ Kami akan koordinasikan dengan instansi terkait dalam hal ini Dikpora, Dinsos dan Satpol PP untuk menertibkan anak punk ini, Polisi dalam domain masalah ini berupaya untuk mereduksi keresahan masyarakat yaitu para orang tua yang kehilangan anaknya akibat terseret pergaulan dengan para Punkers, tindakan tegas seperti razia gabungan dan pembinaan adalah opsi yang kemungkinan akan diambil ” tandas Kapolres.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar