Gembong Rampok itu Terpancing Wanita Cantik.
Konon Pasca kemerdekaan sekitar tahun 1950 hingga akhir 70-an di Kendal ada seorang gembong rampok “Dhukdeng” alias sakti mandraguna, tak mempan peluru senjata api apalagi cuma pisau dapur
Gembong rampok itu bernama Suro Grendo diyakini merupakan pria asli Kendal kelahiran Desa Galih Kecamatan Gemuh, catatan sejarah kemiliteran Kendal yang disusun oleh para veteran dan kemudian direvisi oleh Kapten Inf Suharmanto dalam bukunya yang berjudul “ Sejarah Kodim 0715/Kendal “ menyebutkan bahwa Suro Grendo pada awalnya merupakan anggota pasukan TNI dari Batalyon Infanteri “Kuda Putih” Ambarawa karena ketidak puasan pribadi kemudian dia melepaskan diri dari kemiliteran dan memilih menjadi perampok yang dalam bahasa Kendal sering disebut dengan Begal, Kecu atau Garong.
Beberapa versi cerita “Getok Tular” alias penuturan dari mulut kemulut mengatakan bahwa kisah Suro Grendo hampir mirip dengan cerita Robin Hood dari Inggris, dimana dia merampok untuk membantu rakyat miskin, hasil jarahannya dibagikan kepada warga yang membutuhkan. Merampok dari orang kaya kemudian disebarkan kepada orang miskin di sepanjang jalan yang dilaluinya, heroik namun tak jelas halal haramnya.
Sosok Suro Grendo digambarkan oleh seorang saksi mata bernama Kamto alias Salpani (70) warga desa Kalirejo Kecamatan Kangkung sebagai Pria yang tampan, berkulit kuning, tinggi dan gagah, khas typical warga Kendal.
“ Suatu ketika saya bangun pagi, saat itu usia saya sekitar 17 tahun , didepan rumah ada dua orang sedang Ngorok {Tidur-red), ketika dibangunkan orang berpostur tinggi gagah itu tiba-tiba berteriak keras ” Ojo ganggu” sambil menendang hingga saya terjungkal, belakangan saya diberitahu oleh orangtua bahwa dialah Suro Grendo si Perampok ulung, benar dia itu dermawan, saya ditawari kambing hasil rampokannya untuk berpesta orang sekampung, tapi tawaran itu ditolak warga karena takut nanti makan barang haram ” tutur Salpani.
Sejumlah mitos mewarnai perjalanan hidup Suro Grendo, dia dikabarkanmemiliki sejumlah “Jimat” dan ilmu kesaktian , yang paling terkenal adalah ajian “Belut Putih” dimana pemiliknya mampu melepaskan diri dari ikatan atau borgol menggunkan media Lumpur atau air sebagai media melepaskan diri , dan “Lembu Sekilan”yaitu ilmu yang bisa menghindarkan pemiliknya dari pukulan atau benda tajam termasuk peluru hingga tak mampu menembus kulit dan seakan hanya sekilan atau sejengkal dari kulitnya. Konon suatu ketika gembong rampok ini pernah tertangkap polisi, sudah diborgol dengan Kecrek ala polisi jaman itu yang bahkan tanganpun tak bisa bergerak karena kencangnya, tapi oleh Suro Grendo, borgol itu dianggap mainan , ketika digelandang hendak dibawa ke Kantor polisi, sang perampok minta ijin hendak buang air kecil ke kubangan Lumpur berair di sekitar kandang kerbau, tiba tiba entah bagaimana caranya, dia hilang tinggal borgolnya tergeletak di tanah.
Penggerebekan oleh Polisi dan TNI (jaman itu TNI masih diperbantukan untuk memburu para rampok dan residivis-red) syahdan juga sering dilakukan, berondongan pistol dan senapan mesin dari ABRI waktu itu sedikitpun tak melukai tubuh Robin Hood versi Kendal tersebut.
Namun ibarat pepatah sepandai tupai melompat akhirnya jatuh juga, Suro Grendo takluk juga akhirnya, sebabnya adalah sepele, dia tak bisa mengendalikan nafsu birahi dan terjebak oleh bujuk rayu wanita.
Dalam dunia kriminalitas, selalu ada lawan seimbang bagi para penjahat, jika di Amerika seorang Gangster nomor satu bernama Alphonse Capone alias Al Capone alias The Scarface mempunyai rival seorang detektif FBI bernama Eliot Ness maka Tersebutlah seorang Polisi Reserse musuh bebuyutan Suro Grendo bernama Pak Abu (Maaf nama aslinya tak jelas diketahui) Polisi inilah yang mempunyai inisiatif menjebak sang perampok, disewanya dua perempuan cantik, dulu namanya “Begenggek” atau call girls jika diterjemahkan kedalam bahasa masa kini.
Surati dan Sumiati adalah nama kedua cewek cantik tersebut, didatangkan dari wilayah Pekalongan, ketika tiba di Kendal kedua wanita itu diumpankan kepada Sastro dan Sukem , teman akrab Salpani, akhirnya setelah melalui perkenalan yang singkat, Suro Grendo terpikat dan terjadilah “ Cinta satu malam” antara mereka, gerombolan Suro Grendo berpesta semalam suntuk di rumah Sastro di wilayah Kalirejo hingga pagi menjelang.
Tanpa disangka oleh Suro Grendo , disekeliling rumah Sas, demikian Sastro biasa disapa, telah mengepung dua Detasemen dari Polisi dan Tentara,( diperkirakan dari Banteng Raiders Semarang ) “ sebenarnya keberadaan rombongan tentara dan polisi itu sudah ada sekitar seminggu dari waktu kejadian, lha wong saya beberapa hari sebelumnya sempat minta ditembakkan buah kelapa oleh para prajurit muda yang membawa senapan mesin jinjing yang ada jagul-nya (Mungkin Minimi-red) , saya bilang, ‘Mas tentara saya haus sehabis dari sawah, nyuwun tulung kelapa hijau itu ditembak’ “ Cerita Salpani mengenang masa itu.
“ Tentara muda itu langsung mengambil sikap menembak, dan Astaghfirullah , tidak hanya kelapanya yang ditembak tetapi senapan itu juga menghancurkan batang pohon kelapa yang terkenal sangat keras “ tambahnya sambil menunjukkan muka kagum.
Jam sudah menunjukkan pukul 08.00 pagi ketika serombongan aparat bersenjata lengkap mengepung rumah Sas di desa Kalirejo, para penghuninya yang berpesta semalaman nampaknya tidak menyadari kehadiran penegak hukum dengan senjata terkokang siap menghadapi segala kemungkinan.
Petugas yang percaya diri mengira bahwa para penghuni rumah sarang penyamun itu sedang lengah dan teller karena peseta semalam, dengan serta merta sejumlah polisi menggedor pintu rumah dan menyerbu masuk, namun malang, dari dalam rumah ternyata para perampok itu sudah mempersiapkan diri, sabetan parang dari Suro Grendo Cs membawa korban, empat polisi tewas seketika dan lainnya berhasil lolos melompat dari jendela, melihat regu pertama kocar kacir , para pengepung tak mau ambil resiko, berondongan peluru dari Pistol dan Bren berhamburan mengoyak rumah bertembok sederhana itu, mayat para rampok berserakan seiring asap mesiu yang mengepul, dua wanita cantik yang ditugaskan memancing si Gembong rupanya sudah diselundupkan keluar dari pintu belakang, sementara Sastro sang pemilik rumah tergeletak tak bernyawa tersambar pelor panas petugas.
Ketika dirasakan sudah tak ada perlawanan, Tim penyergap segera memeriksa siapa saja dari pihak perampok yang tewas, namun Suro Grendo dan Sukem duo berandal itu tak ada diantara mayat tersebut , mereka lenyap seperti tertiup angin.
Reserse Abu dibantu Salpani alias Kamto rupanya sudah memprediksi hal tersebut, segera Tim penyergap diarahkan untuk menuju pekuburan Karangayu Cepiring, benar saja ternyata duet penjahat itu sedang bersembunyi di semak belukar, kembali rentetan peluru dari Tentara dan Polisi bagaikan hujan mengguyur keduanya, aneh..tak ada satupun peluru yang melukai mereka.
Para penyergap merasa bingung dan hampir frustasi, buruan yang tinggal berjarak sekitar sepuluh meter kini tampak begitu kuat dan seakan memperlebar jarak hingga ratusan meter, ditengah rasa putus asa yang hampir mendera, seorang Imam Masjid Karangayu membisikkan pada seorang anggota tentara yang bertugas sebagai penembak jitu ( Sniper-red), “Mas, coba panjenengan goreskan pelurunya tiga kali pada permukaan tanah, Insya Allah ilmu mereka bisa sedikit luntur” tutur pak Kyai. Benar saja, setelah peluru digores pada tanah, penembak jitu dari Banteng Raiders itu mengarahkan larasnya pada kepala Suro Grendo namun karena sang rampok bergerak menghindar, peluru menembus bahunya, darah mengalir diantara wajah setengah tak percaya dari buronan tersebut.
Setelah itu semua anggota tim penyergap segera menggoreskan semua pelurunya pada tanah, alhasil tubuh Suro Grendo dan Sukem tercabik cabik oleh berondongan peluru itu, kembali keajaiban terjadi, ditengah tubuh mereka berdua yang lemas hampir kehabisan darah, mereka masih bisa tertawa dan tak kunjung mati.
Tubuh keduanya segera dievakuasi ke tempat teduh di pinggir Kuburan tempat baku tembak terjadi, para komandan regu baik dari Tentara maupun Polisi merasa ada nuansa keanehan yang tak bisa dijelaskan dengan akal manusia.
Salpani yang pernah mendengar kesaktian buron nomer satu di Kabupaten Kendal itu rupanya mengetahui penawar dari ilmu kebal dari Suro Grendo, dia segera mencari batang pohon Bengkoang yang biasanya tumbuh di tepi sungai kemudian batang itu ditumbuk hingga mengeluarkan getah, dan kemudian getah itu ditampung di Godong Lompong atau Daun Talas serta diminumkan kepada dua perampok yang sekarat tersebut, tak lama kemudian Sukem dan Suro Grendo tewas.
Jenasah Sukem dibawa orang tuanya ke desa Kalirejo dan dimakamkan disana sementara jenasah Suro Grendo kabarnya dibawa ke Dampal tempat orangtuanya tinggal.
Demikianlah akhir dari petualangan Robin Hood dari Kendal, sakti namun lengah oleh jebakan wanita cantik, nuansa magis juga mewarnai proses penangkapan mereka, khas tanah Jawa. (Aryo Widiyanto dari berbagai wawancara)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar