Minggu, 16 November 2014

Sam Poo Kong Temple Sebuah Cinderamata Nostalgia Untuk Sang Laksamana



Sam Poo Kong Temple

 Sebuah Cinderamata Nostalgia  Untuk Sang Laksamana.






Alkisah suatu masa berabad lampau ada seorang Laksamana tangguh yang digambarkan dalam berbagai kitab sebagai Pria yang gagah, suaranya lantang, tatapannya bagai harimau namun nan bijak bestari dialah sang Laksamana Cheng Ho) , seorang Laksamana terkenal dari negeri Cina yang beragama islam sejak kecil. Dia dilahirkan dalam sebuah keluarga Cina Islam berbangsa Tionghoa di Puak Hui wilayah Funnan china. Nama islamnya yaitu Haji Mahmud Shams.
Beliau adalah salah seorang panglima perang dan pelayar yang terbilang hebat pada zamannya. Terutamanya di zaman Dinasti Ming.,  Sejarah perjalananya tercatat diantaranya dari Para cendekiawan Tiongkok yang mendampingi Cheng Ho membuat catatan perjalanan; umumnya menggambarkan keadaan sosial-budaya di Nusantara. Tak heran jika di masa inilah terdapat bahan sejarah paling kaya dan lengkap mengenai hubungan kedua bangsa. Di antaranya Ming Shi (Sejarah Dinasti Ming) dan Ming Shu Lu (Catatan Kejadian Aktual Dinasti Ming) yang merupakan koleksi terbesar dengan 2.965 jilid dan 16 juta karakter Tionghoa. bakat dan ketokohannya tersebar dalam berbagai kisah, sejarah dan mitos  setelah dia berjaya mendapat kepercayaan dari Kaisar Ming Cheng Zhu  untuk memimpin pasukan  dan armada Kapal untuk menjelajah dunia  melintas berbagai benua 7 kali berturut-turut dalam jarak masa hanya 28 tahun saja (1405-1433)   dengan estimasi jumlah armada yang dipimpinnya memiliki  27,000  personil, dan 307 kapal laut. Artinya Armada Laksamana Cheng Ho 5 kali lebih besar dari armada  Christopher Columbus saat menemukan  benua Amerika pada tahun 1492 dengan hanya 3 buah kapal dan 88 orang anak buah kapal.
Dari skala perbandingan besaran kapal layar yang dipakai  oleh Laksamana Zheng He , sebutan lain untuk Cheng Ho, Kapal terbesar yang dibawanya mempunyai panjang sekitar 400 kaki atau 120 meter dan lebar 160 kaki atau 50 meter dan bertiang layar 3 layar serta 9 layar.  Tidak kurang dari 30 negara di Asia, Timur Tengah, dan Afrika pernah disinggahinya. Vasco da Gama yang berlayar dari Portugis ke India tahun 1497 pun tidak dapat menandingi kehebatan Laksamana Cheng Ho bahkan Ferdinand Magellan yang merintis pelayaran mengelilingi bumi pun tertinggal 114 tahun di belakang ekspedisi Cheng Ho
Rute ekspedidi Pelayaran Waktu Daerah yang dilewati oleh armada laut Cheng Ho ( Haji Mahmud Shams ) antara lain :
  • Pelayaran ke-1 1405-1407 : Champa, Jawa, Palembang, Malaka, Aru, Sumatra, Lambri, Ceylon, Kollam, Cochin, Calicut
  • Pelayaran ke-2 1407-1408: Champa, Jawa, Siam, Sumatra, Lambri, Calicut, Cochin, Ceylon
  • Pelayaran ke-3 1409-1411 : Champa, Java, Malacca, Sumatra, Ceylon, Quilon, Cochin, Calicut, Siam, Lambri, Kaya, Coimbatore, Puttanpur
  • Pelayaran ke-4 1413-1415 : Champa, Java, Palembang, Malacca, Sumatra, Ceylon, Cochin, Calicut, Kayal, Pahang, Kelantan, Aru, Lambri, Hormuz, Maladewa, Mogadishu, Brawa, Malindi, Aden, Muscat, Dhufar
  • Pelayaran ke-5 1416-1419 : Champa, Pahang, Java, Malacca, Sumatra, Lambri, Ceylon, Sharwayn, Cochin, Calicut, Hormuz, Maldives, Mogadishu, Brawa, Malindi, Aden
  • Pelayaran ke-6 1421-1422: Hormuz, Afrika Timur, negara-negara di Jazirah Arab
  • Pelayaran ke-7 1430-1433 : Champa, Java, Palembang, Malacca, Sumatra, Ceylon, Calicut, Hormuz...
Interaksi sang Laksamana dengan Semarang adalah saat  pada masa pemerintahan Kaisar Yung Lo dirinya diutus untuk kembali melakukan pelayaran muhibah, sesampai di Semarang  Cheng Ho dan kru kapalnya konon mengalami sedikit masalah pada kapal yang ditumpanginya  serta ada seorang anak buah kepercayaannya yang sakit,  akhirnya dia beserta seluruh armadanya  mendarat di pantai Semarang , ditempat ini Cheng Ho dipercaya mendirikan sebuah Masjid kecil di atas sebuah bukit batu  yang hingga kini dinamakan Gedong Batu, ada beberapa versi tentang penamaan lokasi Gedong Batu ini diantaranya ada juga yang meyakini kalimatnya berasal dari kata “Kedung Batu” yang artinya kurang lebih sebuah bendungan dari batu.
      Kini, ratusan tahun setelah Cheng Ho meninggalkan Semarang, jejak peninggalannya masih lestari, tempat dulu dirinya singgah di Simongan, Gedong Batu, kini telah berubah menjadi sebuah bangunan yang maha megah untuk ukuran tahun 2014 ini, berbeda ketika di tahun 1996-97-98 saat saya masih mahasiswa dan dibimbing untuk dicetak menjadi seorang Pemandu Wisata handal hasil didikan AKABA 17 Semarang via beberapa dosen mumpuni nan ahli seperti Ibu Esther D Tamtama, mbak Vera dan beberapa senior lain, saat itu bangunan kuil Sam Poo Kong masih sangat sederhana, kami bisa masuk kapan saja untuk riset dan pengenalan medan, para penjaga yang ada disana ramah dan bersahabat, kami biasa berdiskusi dibawah pohon yang mirip rantai kapal yang dipercaya adalah jelmaan rantai kapalnya Cheng Ho, menghirup aroma Hioswa disamping petilasan Kyai Jurumudi yang ada replika Jangkar yang konon adalah jangkar kapal sang Laksamana, It’s Very Romantic at those time, believe me.
      Tahun 2014 ini saya kembali mengunjungi Sam Poo Kong Temple , sangat jauh beda dengan masa lalu, bangunannya megah, didominasi warna merah dan kuning, hanya bangunan Pat Kwa Ting atau bangunan segi delapan yang ada di sebelah depan yang terlihat masih sama , berbentuk seperti Joglo rumah Jawa berwarna Hijau,dan beraksen kuning dan merah, jika kita lelah maka puluhan kursi panjang nyaman yang disediakan oleh pengelola akan membuat kita lebih asyik menikmati panorama yang ada , dari kursi itu kita kan melihat serentetan lampion digantung diatas pohon yang rimbun namun rapi, dari bangku itu juga kita akan menatap dari kejauhan patung Cheng Ho dilatari pintu gerbang besar dibelakangnya dan bangunan nan cantik di kanan kirinya yang dikelilingi rerimbunan pohon besar yang meneduhkan ,romantis, apalagi jika malam tiba, karena menurut Pak Indung seorang sekuriti yang bertugas disana, lokasi ini buka hingga sekitar jam 9 malam.
     
            Masuk agak dalam saya melihat ada sekitar empat bangunan yang megah, mengingatkan saya akan setting film Kung Fu legendaris seperti Red Cliffs, IP Man, Atau bahkan Shaolin, saya agak lupa tapi samar samar saya masih bisa melihat pohon rantai kapal itu masih tegak berdiri,pandangan saya lurus kedepan ada sebuah patung berukuran gigantik   yang dipercaya sebagai patung Sam Poo Tay Djien.  Amazing...
Di sebuah bangunan lain saya melihat beberapa pengunjung sedang melakukan Ciamshie yaitu sebuah ritual  untuk dapat melihat suatu keberuntungan peziarah di masa depan. Untuk melakukannya peziarah membakar hio/dupa dalam gua batu dan melemparkan kepingan didepan altar sembahyang yang ditandai dengan “Im” dan “Yang”. Bila hasil lemparan tersebut salah satu keping terbuka dan satunya lagi tertutup, maka dipercaya akan memperoleh keberuntungan. Hal lain, peziarah dapat melemparkan sekumpulan batang bambu secara acak dan apabila terdapat batang bambu yang jatuh di hadapan altar sembahyang, maka batang bambu tersebut tinggal diserahkan kepada petugas. Nantinya, petugas/juru kunci akan mengambil selembar kertas yang bernomor 1 sampai dengan 28 disesuaikan dengan batang bambu yang jatuh. Kertas tersebut berisi syair-syair dengan maknanya akan diterjemahkan oleh jurukunci tersebut yang merupakan bagian dari peruntungan nasib kita di masa depan.
Dilokasi ini juga bisa dijumpai altar dan makam orang-orang kepercayaan Laksamana Cheng Hoo saat di Jawa, yang sering pula dikunjungi pengunjung untuk berziarah. Pemberian nama bangunan/gedung tersebut cukup unik mengingat pemberian nama didasarkan pada benda yang berasal dari kapal tersebut. Sebagai contoh, Mbah Kiai Cundrik Bumi merupakan tempat segala jenis persenjataan yang digunakan untuk mempersenjatai awak kapal. Kiai/Nyai Tumpeng berkaitan dengan urusan makanan di kapal dan Kiai Djangkar tempat meletakkan jangkar kapal.
Sedangkan Mbah Djurumudi dipercaya sebagai makam dari jurumudi kapal. Dalam bangunan tersebut dihiasai dengan berbagai lukisan dan patung-patung yang menggambarkan perjalanan Cheng Hoo sampai ke Jawa termasuk pula di permukaan dua pilar bangunan utama.
            Pecinta Fotografi, penulis travelling dan petualang penjelajah pasti akan meneteskan air liur saat melihat bangunan nan cantik dan gagah di kompleks Sam Poo Kong ini, suasananya benar benar seperti di Tiongkok, beberapa pengunjung yang saya tanyai tentang pendapatnya juga mengatakan hal yang sama, ini adalah Tiongkok yang ada di Indonesia.sangat elegan. Kita hanya perlu mengeluarkan uang sekitar Tiga Ribu Rupiah sebagai pengganti tiket, dan jika perlu pemandu,  pengelola juga menyediakannya dengan pengganti jasa sekitar Tigapuluh atau Tigapuluh Lima Ribu Rupiah.
            Sam Poo Kong Temple di masa kini adalah sebuah cinderamata  nostalgia untuk Sang Laksamana, sebuah akulturasi budaya yang harmonis antara Tiongkok dan Jawa , tercipta sebuah cerita persahabatan dan kerjasama di berbagai bidang yang terbingkai rapi dalam sebuah kisah sang Laksamana Sam Poo Taijian. Semoga teladan beliau menjadi cermin bagi kita sebagai generasi penerus, dimana kerukunan kita akan sekuat rantai kapal Cheng Ho, dan kerjasama kita akan menjadi pintu kesuksesan mendunia seperti hebatnya Kapal Sang Laksamana Zheng He menaklukkan samudra dari Kalikut di India  Hingga Mogadhisu di Afrika
           
                (Aryo Widiyanto, Traveller , Backpaker, Photograper, Blogger di aryowidiyanto.blogspot.com , twitter di @aryowidi , dan Jurnalis serta buruh Negara yang tinggal di 087747970200, Fesbuk :Aryo Widiyanto )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar