Sabtu, 08 November 2014

Suatu Hari Di Paris Van Java



Suatu Hari Di Paris Van Java

            Mengunjungi Bandung atau yang dalam dunia pariwisata dan istilah jaman kolonial Belanda  dikenal sebagai Paris Van Java  selalu menjadi kenangan yang menyenangkan, mulai dari suasananya yang teduh, pepohonan besar yang menaungi sepanjang jalan di tengah kotanya, dan tentu saja pemandangan yang hijau menyegarkan mata.




























            Beberapa waktu lalu saya ke kota ini lagi kesekian kali atas rekomendasi dari pak Widhioseno dan bu Shinta  yang merupakan bos saya semasa beliau di Kendal dulu, saya mungkin tak akan kenal kota ini detail tanpa beliau.

            Perjalanan saya berawal dari Stasiun Tawang menggunakan Kereta Api Harina, berangkat jam Sepuluh malam, saya sarankan menggunakan jadwal keberangkatan pagi karena pemandangan akan begitu  mengagumkan dari atas kereta dari Semarang ke Bandung, siapkan kamera apa saja, jangan melewatkan apapun, akan ada banyak pemandangan bagus terutama saat jelang masuk Stasiun Cilame dan Cimahi, view pegunungan , deretan nyiur yang melambai  di tengah persawahan , kelokan sungai berbatu yang begitu indah di pedesaan bisa kita abadikan dari kereta api yang melaju diatas ketinggian lebih dari seratus meter dari permukaan tanah ,memasuki terowongan yang gelap, sehingga kita seperti berada di pesawat , sedikit ngeri namun menarik.

 
            Tiba di Stasiun Kota, saya dijemput pak Nono, staf yang ditugaskan untuk memandu arah perjalanan, menggunakan mobil keluarga yang kecil dan nyaman, kami mulai menjelajah kota kembang. Pagi itu kami menyusuri kota Bandung yang bersih, segar dan rimbun dengan pepohonan besar, unik ketika melihat di sepanjang jalan arah depan Kodam III Siliwangi banyak pepohonan dibalut kain warna kuning hijau dan biru, mungkin untuk memeriahkan HUT TNI silam, jalanan kota Bandung sebagaimana pernah saya lihat beberapa tahun lalu masih tetap bersih dan terawat, sepanjang jalan ada petugas dari pemerintah yang berpakaian Wearpack oranye menyapu dan membawa tempat sampah besar warna biru, halte bus pun bersih, halaman perkantoran dan pertokoan tampak menyediakan tempat sampah ukuran besar.

            Satu hal yang menjadi catatan saya bahwa Bandung merupakan  salah satu kota yang ramah pelajar salah satunya adalah ketika pagi itu sebuah bus berukuran besar berwarna kuning cerah bertuliskan besar “Bus Sekolah” melintasi jalanan, saat ada beberapa pelajar yang berdiri di pinggir jalan , kendaraan ini sigap menepi dan mengangkut  anak sekolah itu, pemandangan yang  unik mengingat jaman sekarang bus sekolah jarang ada di sebuah kota, paling saya terakhir melihat bus sekoalh itu di film remaja amerika atau di film Harry Potter, ah bukan itu bus sekolah Hogwarts gak keren samasekali.

            Surga ketika menginjakkan kaki di Bandung adalah keberagaman makanannya, mulai dari Bubur Ayam sampai Brownies digelar sepanjang waktu, banyak pedagang buka hingga tengah malam, disini sepertinya semua makanan laku terjual, bahkan Tahu Kuning diberi cocolan Kecap saja diserbu pembeli, memang menyenangkan makan ditengah hamparan jalanan yang bersih, penduduk yang ramah, dan harga makanan yang relatif terjangkau.  hmm..sebuah kota yang potensial untuk bisnis kuliner.

            Ketika siang tiba, cuaca sudah agak panas, tak jauh beda dengan kota yang lain, kita perlu sedikit menghindari teriknya mentari karena Bandung tak lagi sedingin empat lima tahun kebelakang, namun sejuknya udara mulai terasa saat kita berada  di senja hari, udara menjadi lembut menyentuh kulit, segarnya aroma tanah Parahyangan merasuki paru paru, inilah Bandung sebenarnya, begitu batin saya berkata.

            Menjelang malam tiba, suasana riuh menyelimuti dinginnya udara, di seputaran Gedung Sate, Gasibu, atau didepan BIP, dan jalan Asia Afrika, banyak rombongan keluarga,  anak muda atau yang hanya sekedar hangout sambil menikmati malam, tertib suasananya, tak ada sesuatu yang membuat kita pantas khawatir, menyenangkan sekali, pantaslah kota ini dijuluki Paris Van Java, coz It’s so romantic being here.

            Hari kedua, ketika semua kegiatan sudah selesai saya diberi bonus one day tour oleh bos, saya memilih ke Saung Angklung Mang Udjo, sebuah pertunjukan tradisional khas Sunda yang ada di Padasuka dekat Cicaheum,  tepatnya di jalan Jl. Padasuka 118 Bandung, untuk menjangkaunya hanya ada plang  agak besar yang menunjukkan tempat ini, kami datang persis jam 1 siang Angklung adalah sebuah alat musik yang terbuat dari potongan bambu. Alat musik ini terdiri dari 2-4tabung bambu yang dirangkai menjadi satu dengan talirotan. Tabung bambu dikuir detail dan dipotong sedemikian rupa oleh pengrajin angklung profesional untuk menghasilkan nada tertentu ketika bingkai bambu digoyang.

Setiap angklung menghasilkan nada  atau akord yang berbeda sehingga beberapa pemain harus bekerja sama untuk menghasilkan melodi yang indah. Instrumen ini telah dikenal sejak zaman kuno di beberapa wilayah Indonesia, terutama di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.

Kata angklung berasal dari bahasa Sunda yaitu ‘angkleung-angkleungan’ yaitu gerakan pemain angklung, serta dari suara ‘klung’yang dihasilkan instrument bambu ini. Angklung sebenarnya merupakan pengembangan dari alat musik calung, yaitu tabung bambu yang dipukul, sedangkan angklung merupakan tabung bambu yang digoyang sehingga menghasilkan hanya satu nada untuk setiap instrumennya.
Dalam tradisi Sunda masa lalu, instrumen angklung memiliki fungsi dalam ritual keagamaan yaitu untuk mengundang Dewi Sri (Dewi padi lambang kemakmuran) agar turun ke bumi dan memberikan kesuburan tanaman padi. Hingga saat ini di beberapa desa masih dijumpai upacara yang mempergunakan angklung buhun untuk kegiatan tradisional seperti: pesta panen, ngaseuk pare, nginebkeun pare, ngampihkeun pare, seren taun, nadran, helaran, turun bumi, dan sedekah bumi. 

Di sinilah Anda dapat merasakan kesegaran alam, kicauan burung dan kegembiraan anak-anak dalam pementasan budaya Sunda.

Saung Angklung Udjo diibaratkan oase kebudayaan di tengah perkampungan padat, di atas tanah seluas 1,2 hektar. Telah ada 42 negara yang mengenal permainan angklung. Permintaan yang banyak sekali dari negara Belanda, juga Korea Selatan, bahkan di Korea Selatan angklung telah dikenalkan sejak masih Sekolah Dasar.

Di Saung Angklung Udjo ada gemerisik daun bambu menyapa telinga Anda, mulai dari gerbang hingga pojok paling belakang. Hanya ada bambu dan bambu di sini.

Selain sebagai alat musik tradisional, angklung juga melambangkan kehidupan manusia yang tidak dapat berdiri tetapi saling membutuhkan. Tabung besar dan kecil dari deretan bambu ini menggambarkan perkembangan kehidupan manusia. Tabung bambu kecil menggambarkan bahwa setiap orang memiliki impian dan keinginan untuk menjadi orang besar yang dilambangkan dengan tabung besar. Ketika angklung digoyangkan, semua tabung menciptakan harmoni yang menggambarkan kehidupan sebagaimana seharusnya.

            Di tempat ini saya bergabung dengan sejumlah rombongan pelajar dan mahasiswa, saat sesi main angklung berjamaah, saya terpesona oleh sang instruktur yang bernama Ria, seorang gadis muda berpakaian ala Sunda dengan yakin dan bak seorang konduktor atau komposer atau apalah namanya memimpin ratusan orang hanya dengan bermoodalkan isyaarat jari yang diikuti dengan alunan angklung sesuai petunjuk jari tangannya, kemudian terciptalah harmonisasi lagu tercipta, terdengar lagu Bunda nya Melly Goeslaw mendayu, kemudian You Raise Me Up nya Josh Groban menyusul semuanya dalam bingkai musik angklung arahan Ria. Tak  hanya itu di Saung Angklung Mang Udjo kita juga disuguhi dengan sejumlah show tourism khas Sunda seperti demonstrasi wayang golek, Helaran atau pertunjukan angklung nada Pentatonis yang digunakan untuk mengiringi upacara Khitanan, Tari Topeng, Tari Merak, Angklung Mini, Alunan Rumpun Bambu alias Arumba, Angklung Padaeng yaitu Angklung laras Diatonis yang khusus diciptakan sang legenda angklung Bapak Daeng Soetigna Almarhum, Orkestra Angklung dari para murid senior Saung Angklung Mang Udjo dan yang terakhir adalah menari bersama, wow It’s Amazing.
 
            Puas menjalani one day tour akhirnya saya berkemas pulang, tak lupa oleh oleh berbagai jenis seperti manisan Cabe, wow ini yang menakjubkan, Cabe yang super pedas diubah menjadi seegar manis dan sedikit asin tanpa meninggalkan tekstur pedasnya, kemudian brownies, kerupuk Tahu susu, dan sebagainya. One Day in Paris Van Java, sebuah pengalaman tiada terkira, indah dan mengesankan.

 (Aryo Widiyanto, Traveller  Photograper, Writer, Blogger di aryowidiyanto.blogspot.com.  Fesbuk :Aryo Widiyanto  Telp 087747970200)
 
           
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar