Selasa, 22 September 2015

Sebuah Kisah Persahabatan

Sebuah Kisah Persahabatan

    Bagi sebagian orang , tentara adalah sosok yang menakutkan, seragam kamuflasenya, tampang garang, dan pembawaan yang serba tertata membuat segan dan bahkan ada menjauh.

    Bagi saya tentara membawa sejumlah kenangan, ada berbagi kisah disana, affair? Haha, It could be.

    Serius, kita cerita yang ringan saja, gak usah pake intrik politik atau apalah apalah, landai, banyak sahabat saya yang berawal dari “pertempuran ” dulu, maksudnya awalnya bermusuhan kemudian jadi sahabat karib bahkan jadi saudara.

    Yang saya ingat hingga sekarang adalah perjalanan saya berawal dari perkenalan dengan Mayor Santo dan Kapten Untung dari Penerangan , awalnya kami bertarung di ranah jurnalistik, saya sempat meradang karena karya saya ditayangkan di majalah mereka tanpa saya ketahui, berdebat, adu urat bahkan saya minta mereka mundur dari jabatan, namun akhirnya kami berdamai, tak ada uang bermain disini, murni damai, berkawan, saling membagi job, dan saya malah akhirnya berkarya menulis dan menekuni fotografi melalui majalah para sahabat itu.

    Lalu , saya berkenalan dan menjadi salah satu sebut sajalah anak buah dari seorang yang waktu itu berpundak melati dua, pak Dosi, sama menariknya, saya awalnya juga “rusuh ” dulu dengan anak buah beliau, saya merasa benar, makanya tidak mundur, waktu itu saya masih muda jadi tidak memikirkan hal lain kecuali saya bertanding terbaik, pak Dosi bijak dan hingga kini saya masih silaturahmi dengan beliau, ada kenangan tak terlupakan saat beliau mengajak saya untuk ikut membantu memotret saat ada operasi lintas laut di pesisir pantai utara Jawa, saya kira naik perahunya sebentar seperti saat memancing atau menjelajah sungai, di awal keberangkatan saya masih nggaya seolah saya Leonardo Di Caprio yang hendak menemui Kate Winslett di Titanic, tapi Damn..., ternyata yang saya naiki perahu Cantrang, taulah, dengan asap dari knalpot pembuangan bahan bakar solarnya itu saja sudah membuat perut saya mual di 10 meter pertama cantrang itu melaju.

    Mabok laut itu sepuluh kali lebih menderita daripada mabok naik mobil, beda urusan cong  ma mabok cinta atau mabok Red Label, kronologi mabok laut yang saya alami pertama nih, sepertinya laut jadi sangat berbau asin, seperti garam dicolokin ke hidung, bau solar jadi bumbu ampuh menambah pusing pala beib, melihat ikan melompat lompat riang disepanjang gigir perahu gak lagi ada indahnya deh, terakhir saking gak kuatnya, semua makanan dan cairan lompat terjun bebas ke laut dari tenggorokan, dan, tidur beralaskan jaring penjala ikan pun jadilah, pak Dosi sempat menoleh dan ngetawain..” Mabok lu mas. ?” tanya beliau, saya sudah tepar abis  gak bisa jawab hingga ditandu tentara saat mendarat di Pantai Sikucing.

    Ada lagi beberapa yang akrab hingga kini seperti pak Bonifacius AW yang putranya sempat les bahasa inggris beberapa semester dengan saya, pak Tyas dan Bu Nana, Pak Erwin Rustriyawan, dan sebagainya.

    Ada juga cerita saat saya ikut acara panen Bandeng disalah satu tambak milik seorang loreng  di daerah Cepiring, waktu itu saya berangkat jam 4 Sore dengan Serda Ridho dan Serda Majuri, duo militer yang hobi juga perikanan, naik sampan menelusuri sungai dan sampailah kami di tambak yang dituju, membakar ikan, makan sayur yang saya gak tau namanya tapi enak karena lapar dan tak ada makanan lain, tidur dibawah mangrove nyamuknya kalo nyipok gak hilang dua hari, ada beberapa ilmu yang saya dapatkan diantaranya ternyata untuk panen tambak Bandeng butuh waktu semalaman, baru keesokan harinya panen rampung dan saya bersama dua rekan itu memanggul ransel penuh Bandeng, bedanya saat pulang kami jalan kaki melewati pesisir Laut Jomblom, saya juga belajar untuk tidak bergurau dan percaya diri berlebihan, ceritanya gini, saat melewati perlintasan antara tambak dan sungai, ada sebuah jembatan, saya sangat yakin bisa melewati titian dari bambu itu makanya saya biarkan dua sersan itu duluan “ Udaah sampeyan lewat duluan, hati hati, kepleset ntar, dijaga tuh body doraemonnya jangan sampe kantong ajaib nyebur ke sungai ” teriak saya sambil ngakak, karena saya percaya diri saja, yang termuda dan (ehm) terganteng dan bodynya agak bisa dipandang di tempat itu adalah saya, yaah 11 12 dengan Brad Pitt lah, oke,  satu orang bisa lewat, yang kedua selamat, giliran saya nyebrang, sepatu booth Caterpillar saya nyangkut kesandung  ijuk pembatas titian jembatan bambu , alhasil tubuhku  seberat 98 Kg gedabakan ambyur ke sungai diiringi hiruk pikuk dua tentara yang gantian ngakak ngetawain. Rusuh.

    Bergaul dengan siapa saja, kapan saja dan dimana saja merupakan sebuah seni tersendiri, namun ada satu yang saya ingat,tentara lebih punya setia kawan tinggi, berpisah puluhan tahun itu biasa dan kita pasti dianggap keluarga dan saudara jika sudah mengenal mereka, so, tentara adalah sahabat, cobalah berkawan dengan mereka

(Aryo Widiyanto, Journalist,   Traveller , Backpacker, Photographer, Blogger di aryowidiyanto.blogspot.com. Twitter di @aryowidi dan Abdi Negara, Facebook :Aryo Widiyanto)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar