Sabtu, 13 April 2013

Jogjakarta , Membekas Di Hati,Selamanya






            Pesona Jogjakarta, tak akan pernah lekang oleh waktu  walaupun destinasi seperti Bandung, Jakarta dan Bali menawarkan kecantikannya untuk dikunjungi, nampaknya Jogjalah yang akan selalu membekas selamanya dihati.
             Beberapa waktu lalu saya berkesempatan mengunjungi Kota Legendaris ini tentu dengan menumpang pada rombongan Bhayangkari Kendal , gratis dan nyaman, modal Cuma kamera, seperangkat pakaian di Back Pack dan Let’s Go guys, Berangkat dengan Bus Pariwisata dari Mapolres Sabtu 29/10 sejumlah 30 Bhayangkari dan dua kru majalah BMB  segera touring menuju The Neverending Asia tersebut.
            Ny Deni Agus Suryo sang ketua rombongan  mengatakan bahwa wisata para Ibu Bhayangkari tersebut bertujuan sebagai refreshing atau penyegaran selain itu juga sebagai tanda terimakasih dari Kapolres AKBP Drs Agus Suryo Nugroho SH.M.Hum kepada Bhayangkari atas sumbangsihnya mengabdi kepada para suaminya yang notabene adalah anggota Polres.

            Menempuh perjalanan ditengah cuaca mendung merupakan sebuah kenyamanan tersendiri, dengan bus yang enak tak terasa rombongan sampai di Jogja sekitar jam sebelas siang dan langsung menuju Gendhis Galery Jogjakarta,tempat ini merupakan  pusat pembuatan Tas Wanita yang sudah kondang diseantero Nusantara dan sejumlah negara, di Galery itu pengunjung disuguhi pemandangan berbagai Tas berkualitas khas Jogja yang terbuat dari bahan alam seperti Mendong, Alga, dan Akar Wangi, konon menurut Verry Yuliana Public Relation galery tersebut, produk Gendhis sudah merambah berbagai negara seperti Australia, Amerika dan Yunani serta sejumlah negara Eropa lainnya,produk dan merk patent dari galeri ini adalah Tambora , Ornetta, Fiore, Rajani dan Cirebon " Semua berbahan alami dan tradisional, serta ramah lingkungan" tambah Verry.

            Setelah dari Gendhis, perjalanan dilanjutkan menuju Al Halwa Batik Corner, pusat pembuatan dan penjualan Batik Khas Jogja, rombongan melihat langsung proses pembuatan batik dari mulai mencanting hingga jadi sebuah kain. cuaca yang agak mendung membuat udara Jogja terasa lebih segar kala itu. Berbagai merchandise seperti dompet, Baju Gamis, Kemeja dan bahkan Hijab bermotifkan batik dijual di gerai elit ini , surga bagi para Ibu adalah mungkin ditempat ini karena produknya berkualitas dan terjangkau harganya.





Dari Al Halwa, tujuan berikutnya adalah Pusat kerajinan kulit di Manding, berbagai produk seperti Sepatu, Tas, dan berbagai aksesoris terbuat dari kulit lengkap tersedia, jika dibandingkan dengan harga diluar, Di Manding ini mungkin merupakan yang termurah, padahal kualitasnya tak jauh beda dengan produk bermerk, ketika saya bertanya kepada pak Wignyo ( 50)  salah satu pemilik toko disana  memang harga di Manding bisa lebih murah karena merupakan produksi Handmade alias Industri rumah tangga sehingga biayanya bisa ditekan semutrah mungkin untuk konsumen setianya, ketika ditanya darimana saja para pembeli yang biasa datang, pak Wignyo mengatakan bahwa pihaknya biasa menerima order dari Jakarta, Surabaya dan Medan “ Namun untuk konsumen yang datang langsung di tempat ini sih dari seluruh Indonesia” Paparnya.

Rombongan hanya sekitar satu jam yang disambung ke destinasi berikutnya yaitu Malioboro, 
                Malioboro Berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti karangan bunga, Malioboro menjadi kembang yang pesonanya mampu menarik wisatawan. Tak hanya sarat kisah dan kenangan, Malioboro juga menjadi surga cinderamata di jantung Kota Jogja. Mulai dari Asbak bercorak tribal Papua hingga Kaos dan Batik semua tersedia, uniknya proses tawar menawar di Malioboro merupakan sebuah seni tersendiri, bisa mendapatkan harga termurah atau termahal tergantung kelihaian kita menawar.
            Namun saran saya, jangan membeli makanan di warung Tenda di sekitar Malioboro karena harganya mahal banget, bisa dua kali lipat dari harga di warung biasa, mungkin karena memanfaatkan situasi para turis lokal yang lapar dan tak tahu harus makan di mana lagi kecuali di sana.





           

            Konon dulu sebelum berubah menjadi jalanan yang ramai, Malioboro hanyalah ruas jalan yang sepi dengan pohon asam tumbuh di kanan dan kirinya. Jalan ini hanya dilewati oleh masyarakat yang hendak ke Keraton atau kompleks kawasan Indische pertama di Jogja seperti Loji Besar (Benteng Vredeburg), Loji Kecil (kawasan di sebelah Gedung Agung), Loji Kebon (Gedung Agung), maupun Loji Setan (Kantor DPRD). Namun keberadaan Pasar Gede atau Pasar Beringharjo di sisi selatan serta adanya permukiman etnis Tionghoa di daerah Ketandan lambat laun mendongkrak perekonomian di kawasan tersebut. Kelompok Tionghoa menjadikan Malioboro sebagai kanal bisnisnya, sehingga kawasan perdagangan yang awalnya berpusat di Beringharjo dan Pecinan akhirnya meluas ke arah utara hingga Stasiun Tugu.
Melihat Malioboro yang berkembang pesat menjadi denyut nadi perdagangan dan pusat belanja, seorang kawan berujar bahwa Malioboro merupakan baby talk dari "mari yok borong". Di Malioboro Anda bisa memborong aneka barang yang diinginkan mulai dari pernik cantik, cinderamata unik, batik klasik, emas dan permata hingga peralatan rumah tangga. Bagi penggemar cinderamata, Malioboro menjadi surga perburuan yang asyik. Berjalan kaki di bahu jalan sambil menawar aneka barang yang dijual oleh pedagang kaki lima akan menjadi pengalaman tersendiri. Aneka cinderamata buatan lokal seperti batik, hiasan rotan, perak, kerajinan bambu, wayang kulit, blangkon, miniatur kendaraan tradisional, asesoris, hingga gantungan kunci semua bisa ditemukan dengan mudah. Jika pandai menawar, barang-barang tersebut bisa dibawa pulang dengan harga yang terbilang murah.
            Tak lengkap jika mengunjungi Malioboro tanpa naik Kereta Kuda alias Bendi, seakan kita dibuai angan menjadi raja atau ratu yang sedang naik Kereta Kendana, karena memang kereta kuda di Jogja mirip sekali dengan kereta kencana dengan empat rodanya, ditarik seekor kuda, kita bisa menjelajahi seluruh pojok Jogja mulai dari Pabrik Bakpia sampai Tamansari yang konon merupakan tempat mandi para raja dan keluarganya, di Tamansari ada pemandu wisata yang ramah yang siap mengantar kita menjelajahi pemandian kerajaan tersebut, sebuah pengalaman yang tak terlupakan.
            Sensasi ke Jogjakarta akan semakin bertambah menggetarkan ketika kita mampir ke Pusat Kaos Khas Jogja yaitu Dagadu, sebagaimana Kaos Khas daerah lain lain seperti Bali dengan Joger dan Krisna nya, Dagadu menyediakan berbagai ukuran kaos mulai dari bayi hingga dewasa, kualitas bahan yang bagus ditambah sablon yang awet dan tahan lama menyebabkan para pengunjung tak sayang untuk menrogoh kocek memborongnya, selain kaos kita juga ditawari beberapa Souvenir tetap dengan Merk Dagadu seperti Sendal Jepit, Mug atau  yang lainya






            setelah puas dari Malioboro dan Dagadu , para Ibu Bhayangkari ditraktir oleh Bu Deni untuk  makan malam di sebuah restoran di kawasan jantung kota Jogja, akhirnya setelah puas seharian ber "One day Tour"  dengan wajah puas namun disertai rasa lelah dan kantuk yang mendera, kami pulang dengan senyum menghias bibir kembali ke Bumi Bahurekso... (Aryo WD/Dian)      (Aryo Widiyanto, Traveller,Backpacker, Petualang yg tinggal di Akun Facebook :Aryo Widiyanto .   Twitter: @aryo_widi.           blogspot: aryowidiyanto.blogspot.com.            dan tidur dengan pin blackberry :21DC007F)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar