Pesona Jogjakarta, tak
akan pernah lekang oleh waktu walaupun
destinasi seperti Bandung, Jakarta dan Bali menawarkan kecantikannya untuk
dikunjungi, nampaknya Jogjalah yang akan selalu membekas selamanya dihati.
Beberapa
waktu lalu saya berkesempatan mengunjungi Kota Legendaris ini tentu dengan
menumpang pada rombongan Bhayangkari Kendal , gratis dan nyaman, modal Cuma
kamera, seperangkat pakaian di Back Pack dan Let’s Go guys, Berangkat dengan Bus
Pariwisata dari Mapolres Sabtu 29/10 sejumlah 30 Bhayangkari dan dua kru majalah
BMB segera touring menuju The Neverending Asia tersebut.
Ny Deni Agus Suryo sang
ketua rombongan mengatakan bahwa wisata para Ibu Bhayangkari tersebut
bertujuan sebagai refreshing atau penyegaran selain itu juga sebagai tanda
terimakasih dari Kapolres AKBP Drs Agus Suryo Nugroho SH.M.Hum kepada
Bhayangkari atas sumbangsihnya mengabdi kepada para suaminya yang notabene
adalah anggota Polres.
Menempuh
perjalanan ditengah cuaca mendung merupakan sebuah kenyamanan tersendiri,
dengan bus yang enak tak terasa rombongan sampai di Jogja sekitar jam
sebelas siang dan langsung menuju Gendhis Galery Jogjakarta,tempat ini
merupakan pusat pembuatan Tas Wanita
yang sudah kondang diseantero Nusantara dan sejumlah negara, di Galery itu
pengunjung disuguhi pemandangan berbagai Tas berkualitas khas Jogja yang
terbuat dari bahan alam seperti Mendong, Alga, dan Akar Wangi, konon menurut
Verry Yuliana Public Relation galery tersebut, produk Gendhis sudah merambah
berbagai negara seperti Australia, Amerika dan Yunani serta sejumlah negara
Eropa lainnya,produk dan merk patent dari galeri ini adalah Tambora , Ornetta,
Fiore, Rajani dan Cirebon " Semua berbahan alami dan tradisional, serta
ramah lingkungan" tambah Verry.
Setelah dari Gendhis,
perjalanan dilanjutkan menuju Al Halwa Batik Corner, pusat pembuatan dan
penjualan Batik Khas Jogja, rombongan melihat langsung proses pembuatan batik
dari mulai mencanting hingga jadi sebuah kain. cuaca yang agak mendung membuat
udara Jogja terasa lebih segar kala itu. Berbagai merchandise seperti dompet,
Baju Gamis, Kemeja dan bahkan Hijab bermotifkan batik dijual di gerai elit ini ,
surga bagi para Ibu adalah mungkin ditempat ini karena produknya berkualitas
dan terjangkau harganya.
Dari Al Halwa, tujuan berikutnya adalah Pusat kerajinan kulit di Manding,
berbagai produk seperti Sepatu, Tas, dan berbagai aksesoris terbuat dari kulit
lengkap tersedia, jika dibandingkan dengan harga diluar, Di Manding ini mungkin
merupakan yang termurah, padahal kualitasnya tak jauh beda dengan produk
bermerk, ketika saya bertanya kepada pak Wignyo ( 50) salah satu pemilik toko disana memang harga di Manding bisa lebih murah
karena merupakan produksi Handmade alias Industri rumah tangga sehingga
biayanya bisa ditekan semutrah mungkin untuk konsumen setianya, ketika ditanya
darimana saja para pembeli yang biasa datang, pak Wignyo mengatakan bahwa
pihaknya biasa menerima order dari Jakarta, Surabaya dan Medan “ Namun untuk
konsumen yang datang langsung di tempat ini sih dari seluruh Indonesia”
Paparnya.
Rombongan hanya sekitar satu jam yang disambung ke destinasi berikutnya
yaitu Malioboro,
Malioboro Berasal dari bahasa Sansekerta yang
berarti karangan bunga, Malioboro menjadi kembang yang pesonanya mampu menarik
wisatawan. Tak hanya sarat kisah dan kenangan, Malioboro juga menjadi surga
cinderamata di jantung Kota Jogja. Mulai dari Asbak bercorak tribal Papua
hingga Kaos dan Batik semua tersedia, uniknya proses tawar menawar di Malioboro
merupakan sebuah seni tersendiri, bisa mendapatkan harga termurah atau termahal
tergantung kelihaian kita menawar.
Namun saran saya, jangan membeli
makanan di warung Tenda di sekitar Malioboro karena harganya mahal banget, bisa
dua kali lipat dari harga di warung biasa, mungkin karena memanfaatkan situasi
para turis lokal yang lapar dan tak tahu harus makan di mana lagi kecuali di
sana.
Konon dulu sebelum berubah menjadi
jalanan yang ramai, Malioboro hanyalah ruas jalan yang sepi dengan pohon asam
tumbuh di kanan dan kirinya. Jalan ini hanya dilewati oleh masyarakat yang
hendak ke Keraton atau kompleks kawasan Indische pertama di Jogja seperti Loji
Besar (Benteng Vredeburg), Loji Kecil (kawasan di sebelah Gedung Agung), Loji
Kebon (Gedung Agung), maupun Loji Setan (Kantor DPRD). Namun keberadaan Pasar
Gede atau Pasar Beringharjo di sisi selatan serta adanya permukiman etnis
Tionghoa di daerah Ketandan lambat laun mendongkrak perekonomian di kawasan
tersebut. Kelompok Tionghoa menjadikan Malioboro sebagai kanal bisnisnya,
sehingga kawasan perdagangan yang awalnya berpusat di Beringharjo dan Pecinan
akhirnya meluas ke arah utara hingga Stasiun Tugu.
Melihat
Malioboro yang berkembang pesat menjadi denyut nadi perdagangan dan pusat
belanja, seorang kawan berujar bahwa Malioboro merupakan baby talk dari
"mari yok borong". Di Malioboro Anda bisa memborong aneka barang yang
diinginkan mulai dari pernik cantik, cinderamata unik, batik klasik, emas dan
permata hingga peralatan rumah tangga. Bagi penggemar cinderamata, Malioboro
menjadi surga perburuan yang asyik. Berjalan kaki di bahu jalan sambil menawar
aneka barang yang dijual oleh pedagang kaki lima akan menjadi pengalaman
tersendiri. Aneka cinderamata buatan lokal seperti batik, hiasan rotan, perak,
kerajinan bambu, wayang kulit, blangkon, miniatur kendaraan tradisional,
asesoris, hingga gantungan kunci semua bisa ditemukan dengan mudah. Jika pandai
menawar, barang-barang tersebut bisa dibawa pulang dengan harga yang terbilang
murah.
Tak lengkap jika mengunjungi
Malioboro tanpa naik Kereta Kuda alias Bendi, seakan kita dibuai angan menjadi
raja atau ratu yang sedang naik Kereta Kendana, karena memang kereta kuda di
Jogja mirip sekali dengan kereta kencana dengan empat rodanya, ditarik seekor
kuda, kita bisa menjelajahi seluruh pojok Jogja mulai dari Pabrik Bakpia sampai
Tamansari yang konon merupakan tempat mandi para raja dan keluarganya, di Tamansari
ada pemandu wisata yang ramah yang siap mengantar kita menjelajahi pemandian
kerajaan tersebut, sebuah pengalaman yang tak terlupakan.
Sensasi ke Jogjakarta akan semakin
bertambah menggetarkan ketika kita mampir ke Pusat Kaos Khas Jogja yaitu
Dagadu, sebagaimana Kaos Khas daerah lain lain seperti Bali dengan Joger dan
Krisna nya, Dagadu menyediakan berbagai ukuran kaos mulai dari bayi hingga
dewasa, kualitas bahan yang bagus ditambah sablon yang awet dan tahan lama
menyebabkan para pengunjung tak sayang untuk menrogoh kocek memborongnya,
selain kaos kita juga ditawari beberapa Souvenir tetap dengan Merk Dagadu
seperti Sendal Jepit, Mug atau yang
lainya
setelah puas dari Malioboro dan Dagadu
, para Ibu Bhayangkari ditraktir oleh Bu Deni untuk makan malam di sebuah
restoran di kawasan jantung kota Jogja, akhirnya setelah puas seharian ber
"One day Tour" dengan wajah puas namun disertai rasa lelah dan
kantuk yang mendera, kami pulang dengan senyum menghias bibir kembali ke Bumi
Bahurekso... (Aryo WD/Dian) (Aryo
Widiyanto, Traveller,Backpacker, Petualang yg tinggal di Akun Facebook :Aryo
Widiyanto . Twitter: @aryo_widi. blogspot: aryowidiyanto.blogspot.com. dan tidur dengan pin blackberry
:21DC007F)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar